Standard Post with Image
wonosobo terkini

HUT ke 67 PT Perkebunan Tambi Wonosobo Gelar Donor Darah untuk Masyarakat

Wonosobonews.com - Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) yang ke-67, PT Perkebunan Tambi Wonosobo mengadakan kegiatan donor darah di halaman perusahaan. Wonosobo, 8 Agustus 2024 acara ini dilaksanakan pada hari Kamis, 8 Agustus 2024, bekerja sama dengan Unit Donor Darah Palang Merah Indonesia (PMI) Wonosobo.

Kegiatan ini diikuti oleh karyawan PT Perkebunan Tambi serta mitra dari lingkungan sekitar. Direktur Umum dan Keuangan PT Perkebunan Tambi, Yoyok Setiawan, menyatakan bahwa donor darah ini merupakan bentuk kontribusi sosial perusahaan kepada masyarakat Wonosobo. "Donor darah ini merupakan bakti sosial yang sangat diperlukan di Wonosobo, karena sering kali stok darah di PMI tidak mencukupi untuk kebutuhan mendesak dari rumah sakit-rumah sakit," ujar Yoyok.

Sebanyak 67 karyawan perusahaan menjadi pendonor, sesuai dengan usia perusahaan. "Kami membatasi jumlah pendonor menjadi 67 orang untuk menandai ulang tahun ke-67 perusahaan. Namun, peserta yang mendaftar melebihi 70 orang, sebagai cadangan jika ada yang tidak dapat mendonorkan darahnya secara optimal," tambah Yoyok.

Tema HUT ke-67 tahun ini adalah "Jas Merah," singkatan dari "Jangan Sekali-sekali Melupakan Sejarah." Tema ini dipilih untuk mengingatkan semua pihak akan jasa-jasa para pendiri perusahaan yang telah membangun PT Perkebunan Tambi hingga mencapai usia 67 tahun. "Tidak banyak perusahaan yang dapat bertahan lama, dan Alhamdulillah PT Perkebunan Tambi terus berkembang dari waktu ke waktu," ungkap Yoyok.

Yoyok berharap bahwa melalui kegiatan ini, PT Perkebunan Tambi dapat terus memberikan manfaat bagi masyarakat dan tetap menjadi kebanggaan bagi kota Wonosobo. Salah satu peserta, Vidya Lintang dari BMT Marhamah Wonosobo, mengungkapkan kebahagiaannya berpartisipasi. "Ini adalah kali pertama saya mendonorkan darah di PT Perkebunan Tambi. Selain membantu sesama, saya merasa tubuh lebih sehat dan segar setelah mendonorkan darah," ujarnya.

Selain kegiatan donor darah, rangkaian perayaan HUT ke-67 juga mencakup ziarah ke makam para pendiri perusahaan dan senior yang telah berpulang. Puncak perayaan akan dilaksanakan pada 14 Agustus 2024 dengan acara pembagian hadiah di halaman PT Perkebunan Tambi, Wonosobo.

 

Standard Post with Image
wonosobo terkini

Strategi Pemkab Wonosobo Berhasil Turunkan Angka Kemiskinan

Wonosobonews.com - Kabupaten Wonosobo mencatat penurunan angka kemiskinan pada tahun 2024, dari 15,58 persen menjadi 15,28 persen. Penurunan sebesar 0,3 persen ini menjadi motivasi untuk terus meningkatkan upaya pengentasan kemiskinan di daerah tersebut.Wonosobo, 8 Agustus 2024.

Selama periode 2019-2023, perkembangan angka kemiskinan di Kabupaten Wonosobo mengalami fluktuasi. Pada tahun 2020-2021, angka kemiskinan meningkat akibat dampak pandemi Covid-19. Namun, angka kemiskinan kemudian menunjukkan penurunan pada tahun-tahun berikutnya, yaitu 2022, 2023, dan 2024.

Indeks Keparahan Kemiskinan Kabupaten Wonosobo juga mengalami penurunan pada tahun 2024, dari 0,63 pada tahun 2023 menjadi 0,60 pada tahun 2024. Penurunan ini menandakan bahwa ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin semakin menurun.

Selain itu, Indeks Kedalaman Kemiskinan Kabupaten Wonosobo turun dari 2,60 pada tahun 2023 menjadi 2,41 pada tahun 2024. Penurunan nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin mendekati garis kemiskinan.

Meskipun mengalami penurunan, tingkat kemiskinan Kabupaten Wonosobo masih lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kemiskinan Provinsi Jawa Tengah (10,47%) dan Nasional (9,03%). Kabupaten Wonosobo berada di peringkat ketiga dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Jawa Tengah, setelah Kebumen (15,71%) dan Brebes (15,60%). Peringkat di bawah Wonosobo diisi oleh Pemalang (14,92%) dan Purbalingga (14,71%).

Penurunan angka kemiskinan ini merupakan hasil dari upaya Pemerintah Kabupaten Wonosobo dan berbagai pihak terkait. Pemerintah Kabupaten Wonosobo menerapkan tiga strategi utama dalam penanganan kemiskinan: mengurangi beban pengeluaran, meningkatkan pendapatan, dan mengurangi kantong kemiskinan.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2021-2026, ketiga strategi tersebut telah diimplementasikan melalui program unggulan bupati, yakni Wonosobo Makmur, serta kebijakan yang secara langsung menyasar rumah tangga miskin.

Standard Post with Image
wonosobo terkini

Pria Paruh Baya Ditemukan Meninggal di Kamar Mandi Hotel Dieng Wonosobo

Wonosobonews.com - Seorang pria paruh baya berinisial M ditemukan meninggal dunia di kamar mandi Hotel Dieng, Wonosobo, pada Selasa (6/8/2024) malam. Hingga saat ini, penyebab pasti kematiannya belum diketahui. Namun, dugaan kuat menyebutkan bahwa korban yang berdomisili di Bekasi itu mengalami sakit.

"Mayat korban ditemukan oleh penjaga Hotel Dieng pada Selasa (6/8/2024) malam," ungkap Kapolsek Wonosobo, AKP Sunaryono. Korban diketahui masuk ke hotel tersebut pada Senin (5/8/2024) pukul 17.30 WIB. Menurut keterangan saksi, korban sempat pamit pergi ke Garung pada Selasa pagi pukul 04.30 WIB dan kembali ke hotel pukul 10.00 WIB dalam keadaan sehat.

Sekitar pukul 13.00 WIB, penjaga hotel tengah membersihkan lantai kamar korban dan melihat pintu kamar mandi tertutup. Ia mengira korban masih berada di dalam kamar mandi. Namun, hingga pukul 18.30 WIB, korban tak juga keluar. Khawatir terjadi sesuatu, penjaga hotel memecahkan kaca kamar mandi dan menemukan korban telah meninggal dunia dalam posisi bersandar di bak mandi dengan celana terbuka.

Kapolsek Sunaryono menambahkan bahwa di kamar korban ditemukan sebuah tas ransel yang berisi beberapa obat-obatan, satu pak rokok merk Mitra, satu ponsel, dan dompet berisi surat-surat seperti SIM dan KTP. 

Polsek Wonosobo kemudian menghubungi pihak keluarga korban berdasarkan identitas yang ditemukan. Perwakilan keluarga menerima kejadian ini dengan ikhlas dan tidak menuntut proses hukum lebih lanjut.

 

Standard Post with Image
wonosobo terkini

Kukuh Hariyawan, Seorang Desainer Kebaya dari Wonosobo yang Mendunia

Wonsobonews.com - Kukuh Hariyawan, seorang perancang busana terkenal asal Wonosobo, telah berhasil membawa kebaya tradisional hingga ke panggung internasional. Kebaya Adhikari, karyanya yang terkenal, telah tampil dalam berbagai peragaan busana di luar negeri, mulai dari Malaysia hingga Prancis. Bahkan, kebaya rancangannya juga telah terjual hingga ke Amerika Serikat.

Kukuh bukan hanya dikenal di luar negeri, tetapi juga di dalam negeri. Banyak karyanya yang dikenakan oleh artis-artis terkenal Indonesia seperti Iis Dahlia, Trio Macan, Happy Asmara, Fitri Carlina, dan Catherine Wilson. Dengan reputasi yang begitu tinggi, tak heran jika harga kebayanya mencapai puluhan juta rupiah, dan menjadi incaran para pecinta kebaya.

Sebagai putra asli Wonosobo, Kukuh berkomitmen untuk berkontribusi bagi daerahnya. Di Kecamatan Selomerto, Wonosobo, ia terus memproduksi kebaya dengan melibatkan masyarakat sekitar. "Total ada 12 orang yang membantu saya baik pasang payet ataupun jahit. Itu semua ibu-ibu yang umurnya sudah di atas 40 tahun dan mereka tidak memiliki ijazah. Saya sengaja agar bisa memberdayakan mereka," jelasnya.

Kukuh memiliki tekad kuat untuk mengembangkan kebaya menjadi busana yang digemari oleh anak muda. Saat ini, ia mulai merambah ke model kebaya kasual yang bisa dikenakan oleh siapa saja dan kapan saja. Dalam waktu dekat, pada 10 Agustus mendatang, ia akan menggelar fashion show tunggal di Yogyakarta. Sebanyak 57 koleksi kebaya modern kasual miliknya telah dipersiapkan dengan matang. Tidak hanya itu, ia juga akan mengkolaborasikan karya-karyanya dengan konsep kekayaan budaya Wonosobo, salah satunya kesenian Lengger.

Kukuh berbagi cerita tentang perjalanan kariernya dalam dunia fashion. Keahliannya dalam merancang busana ia dapatkan secara otodidak, tanpa pernah mengenyam pendidikan formal di bidang fashion. Ia memulai kariernya dengan bekerja di beberapa desainer, yang kemudian menjadi guru terbaiknya dalam belajar mendesain. "Saya adalah seorang desainer yang tidak bisa menggambar, karena tidak sekolah fashion. Jadi, saya membuat desain langsung di patung, membentuknya secara manual," ungkapnya.

Pada tahun 2009, Kukuh mulai berani membuat kebaya dengan namanya sendiri. Kecintaan pada budaya Jawa membuatnya bertekad mengangkat kebaya sebagai fashion yang lebih dikenal. "Kenapa memilih kebaya? Karena saya ingin menjadi orang Jawa yang tidak kehilangan Jawanya. Melestarikan budaya adalah hal yang penting," ujarnya.

Pada tahun 2014, lahirlah Kebaya Adhikari, yang kini telah memperoleh Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Karya ini terus melambungkan nama Kukuh hingga hari ini. Kukuh berharap kesuksesannya dapat memotivasi anak-anak muda Wonosobo yang memiliki bakat serupa. "Semoga nanti khusus daerah Wonosobo tidak hanya saya akan muncul Kukuh muda yang lain, saya terbuka untuk bisa belajar bersama," tandasnya.

 

Standard Post with Image
Wisata Wonosobo

Kisah Mbah Kiai Jangkrik di Desa Jangkrikan

Wonosobonews.com - Di sebuah desa terpencil di Wonosobo, hiduplah seorang pendekar yang terkenal sangat sakti bernama Mbah Kiai Jangkrik. Semasa hidupnya, Mbah Kiai Jangkrik dikenal memiliki kemampuan luar biasa, termasuk bisa menghilang dan mengecoh lawan dengan siulannya yang mirip suara jangkrik. Karena suara siulannya ini, ia pun dijuluki Mbah Jangkrik.

Pada masa penjajahan Belanda, Mbah Jangkrik adalah salah satu pejuang yang gigih melawan penjajah. Ia melarikan diri ke perbukitan setelah dikejar Belanda dari wilayah Kaliwungu. Setelah bertahun-tahun tinggal di sana, Mbah Jangkrik menyatu dengan masyarakat setempat, dan akhirnya desa tempat ia tinggal dikenal dengan nama Desa Jangkrikan.

Mbah Salamun, sesepuh Desa Jangkrikan, bercerita bahwa tak ada seorang pun yang tahu nama asli Mbah Jangkrik. Kini, makamnya berada di Desa Jangkrikan dan menjadi pusat ziarah bagi umat Islam, baik dari daerah sekitar maupun dari luar daerah.

Masyarakat setempat merawat makam tersebut dengan baik, bahkan membangun sebuah pondok kecil di sana untuk kenyamanan para peziarah. "Dulunya makam itu hanya batu. Bahkan tak ada yang tahu kalau di sana itu ada makam Mbah Jangkrik. Yang tahu pertama kali malah dari kesenian kuda kepang. Salah satu anggota ada yang ‘mendem’ sampai lama tidak sembuh. Sampai dia lari ke situ dan mengatakan kalau di sanalah makam Mbah Kiai Jangkrikk," ungkap Mbah Salamun.

Setiap malam Jumat, warga setempat mengadakan tahlilan bersama di makam Mbah Kiai Jangkrik. Warga dari luar desa juga turut serta mendoakan tokoh tersebut. Makam ini bukan hanya tempat peristirahatan seorang pendekar sakti, tetapi juga simbol keberlanjutan ajaran dan nilai-nilai Islam, serta menjadi tempat spiritual bagi masyarakat setempat. Makam ini telah menjadi bagian penting dalam warisan budaya dan sejarah di Wonosobo.

Desa tempat Mbah Kiai Jangkrik pernah tinggal, yang kini dikenal sebagai Desa Jangkrikan, didirikan pada 20 September 1853 dan memiliki 20 dukuh. Dulu, desa ini terkenal dengan hasil pertaniannya seperti padi, ketela, sayur-sayuran, dan palawija. Konon, tanah di desa ini sangat subur sehingga kehidupan masyarakatnya pun makmur.

Namun, Desa Jangkrikan juga mengalami berbagai peristiwa sejarah. Pada masa G30S PKI, desa ini pernah menjadi tempat persembunyian tokoh PKI. Pada tahun 1970-an, desa ini mengalami gagal panen selama empat musim berturut-turut karena serangan hama tikus di persawahan sekitar desa. 

Begitulah kisah tentang Mbah Kiai Jangkrik dan Desa Jangkrikan, sebuah cerita tentang perjuangan, keberanian, dan keberlanjutan tradisi.