Standard Post with Image
ukm

Wonosobo Resmikan Desa Halal Erorejo, Pelopor Nasional Keamanan Pangan

Wonosobonews.com - Kabupaten Wonosobo mencetak sejarah baru dengan meluncurkan program Desa Halal dan Aman Pangan Di Desa Erorejo, Kecamatan Wadaslintang, pada Kamis, 12 Desember 2024. Inisiatif ini merupakan langkah konkret dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya konsumsi pangan yang aman, sehat, dan halal. Program ini tidak hanya memastikan produk pangan memenuhi standar kesehatan, tetapi juga mematuhi prinsip-prinsip kehalalan sesuai ajaran agama.

Melalui Desa Halal dan Aman Pangan, diharapkan kualitas hidup masyarakat meningkat, ketahanan pangan lokal diperkuat, dan peluang baru terbuka bagi petani serta produsen pangan untuk memasarkan produk berlabel halal dan aman.

Dalam sambutannya, Asisten Administrasi Umum Setda, dr. Mohammad Riyatno, menyampaikan pentingnya program ini dalam mendukung kesadaran masyarakat untuk memilih pangan yang sehat dan sesuai nilai agama serta sosial. "Melalui program ini, kami ingin mengedukasi masyarakat untuk lebih selektif dalam memilih produk pangan, serta mendukung petani lokal dalam memproduksi makanan yang aman dan halal," ungkapnya, membacakan sambutan Bupati Wonosobo.

Riyatno menyoroti keberhasilan kepemimpinan Afif-Albar selama tiga tahun terakhir melalui berbagai program kesehatan unggulan. Di antaranya adalah pengembangan Gedung Olahraga Wonolelo menjadi Sport Center, peningkatan fasilitas rumah sakit, layanan kesehatan dasar, dan jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin, penyandang disabilitas, serta penderita penyakit kronis. “Launching Desa Halal dan Aman Pangan di Desa Erorejo ini, saya harap mampu menginspirasi dan mendorong desa-desa lain untuk turut menggelorakan GKPD dan membentuk Kampung Aman dan Halal Pangan,” tambahnya.

Keberhasilan program ini memerlukan dukungan penuh dari berbagai pihak, termasuk Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang, BBPOM Semarang, perangkat daerah, MUI, dan stakeholder terkait lainnya. Desa Halal dan Aman Pangan diharapkan menjadi tonggak bagi pemerintahan desa, kelurahan, dan kecamatan untuk bersinergi dalam mewujudkan keamanan dan kehalalan produk pangan.

Novi Eko Rini, perwakilan dari BPOM Semarang, memberikan apresiasi terhadap inovasi ini. Menurutnya, Wonosobo adalah daerah pertama di Indonesia yang mengembangkan program Desa Aman Pangan menjadi Desa Halal dan Aman Pangan. “Alhamdulillah, Pemerintah Kabupaten Wonosobo tidak hanya memperkenalkan Desa Aman Pangan, tetapi juga telah memperluasnya menjadi Desa Halal dan Aman Pangan. Ini adalah inovasi yang luar biasa dan sangat patut dicontoh oleh daerah lain di Indonesia," ujarnya.

Sebagai lembaga pengawas keamanan pangan, BPOM mendukung penuh langkah inovatif ini. Program ini diharapkan dapat meningkatkan kesehatan masyarakat sekaligus memberdayakan UMKM lokal agar mampu memproduksi pangan yang memenuhi standar halal dan aman. Novi menekankan pentingnya keberhasilan Wonosobo sebagai contoh nasional. "Kami berharap ini bisa menjadi inspirasi bagi daerah lain untuk turut serta dalam memastikan produk pangan yang aman dan halal, serta mendukung pemberdayaan ekonomi lokal," tambahnya.

Peluncuran ini menegaskan komitmen Kabupaten Wonosobo dalam menerapkan prinsip keamanan dan kehalalan pangan secara terpadu. Program ini melibatkan sinergi berbagai pihak seperti BPOM, MUI, dan lembaga sertifikasi halal. Melalui bimbingan teknis, masyarakat Desa Erorejo diajarkan memproduksi pangan halal dan aman serta mengenali potensi risiko bahan berbahaya yang bertentangan dengan syariat Islam.

Dengan menjadi pionir di tingkat provinsi dan nasional, Wonosobo berharap program Desa Halal dan Aman Pangan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendukung pertumbuhan ekonomi lokal.

 

Standard Post with Image
ukm

Petani Wonosobo Ciptakan Inovasi Olahan Cabai dan Bawang

Wonosobonews.com - Sun’an, petani asal Wonosobo, Jawa Tengah, terus bertahan menanam cabai dan bawang merah meskipun menghadapi fluktuasi harga dua komoditas tersebut. Bersama kelompok tani Champion Jawa Tengah, ia berupaya menjual hasil panen dengan harga yang layak melalui inovasi pengolahan.

“Jadi kami itu membentuk forum petani Champion Jawa Tengah yang khusus untuk menangani permasalahan produksi cabai dan bawang merah, di kala harga bawang merah itu jatuh kami yang mewadahi teman-teman petani untuk menyampaikan ke pemerintah. Sebaliknya, di kala harga cabai dan bawang tinggi kami juga membantu pemerintah untuk menstabilkan harga biar semua sama-sama jalan,” jelas Sun’an.

Inovasi utama yang mereka kembangkan adalah mengolah cabai dan bawang merah menjadi produk olahan seperti cabai kering dan pasta bawang. Sun’an memulai proses pengeringan cabai dengan metode sederhana menggunakan sinar matahari sejak 2022. Kini, ia telah mendapatkan dukungan berupa mesin pengering cabai dan green house dari Bank Indonesia.

“Ini salah satu cara agar di bulan-bulan tertentu tidak terjadi fluktuatif produksi. Jadi penataan pola tanam di tingkat petani mulai kita tata dengan baik agar di setiap bulannya kita punya cabai,” katanya.

Produksi cabai kering membutuhkan 3–4 kg cabai basah untuk menghasilkan 1 kg cabai kering. Proses pengeringan biasanya dilakukan saat harga cabai basah turun drastis di bawah Rp 10 ribu per kilogram agar tidak merugi.

Untuk pasta bawang, petani memanfaatkan bawang merah berukuran kecil yang biasanya sulit terjual, sehingga mengurangi kerugian.

“Sama seperti cabai dan bawang pada umumnya karena sama-sama menyesuaikan takaran kan,” ujarnya.

Produk olahan mereka dijual dengan harga kompetitif: cabai kering bubuk Rp 40 ribu per kilogram, cabai kering 1 ons Rp 10 ribu, dan pasta bawang 250 gram Rp 20 ribu.

Melalui inovasi ini, Sun’an dan kelompok tani Champion Jateng berusaha memberikan solusi jangka panjang untuk mendukung keberlanjutan pertanian cabai dan bawang merah di tengah tantangan fluktuasi harga.

 

Standard Post with Image
ukm

Siti Mua'wamah Sukses Ekspor Gula Semut Gondowulan Meski Hadapi Tantangan Infrastruktur

Wonosobonews.com - Di tengah keterbatasan fasilitas dan akses yang belum memadai, Siti Mua'wamah, warga Desa Gondowulan, Kecamatan Kepil, telah membuktikan bahwa semangat kewirausahaan mampu menembus pasar internasional. Bermula dari kegiatan sederhana membeli gula cetak dari petani, kini gula semut buatan Siti rutin diekspor ke Amerika Serikat, menjadikannya contoh inspiratif bagi banyak pelaku usaha mikro.

Dalam kunjungan yang dilakukan oleh Wakil Bupati Wonosobo pada 29 November 2024, Siti berbagi cerita mengenai perjalanan panjangnya membangun usaha gula semut yang dimulai pada 2016. “Awal-awal buat, saya itu habis sekitar 5 kwintal agar bisa jadi gula semut yang sesuai dengan yang diharapkan,” tuturnya, mengenang perjuangannya di masa-masa awal.

Siti sempat menjalin kemitraan dengan perusahaan di Purworejo hingga 2018 sebelum memutuskan untuk berjuang mandiri. Keputusan ini diambil meski dengan tantangan besar, termasuk keharusan untuk memulai sertifikasi organik dengan modal pribadi. “Saat itu kita dipaksa untuk mandiri, karena perusahaan yang ada di Purworejo itu tengah mengalami kelesuan,” ujarnya.

Meskipun pandemi COVID-19 sempat menggoyahkan bisnisnya, Siti tidak menyerah. Ia beradaptasi dengan mengalihkan fokus ke pasar lokal dan memperkenalkan produk inovatif seperti gula jahe. “Kami tidak bisa berhenti, karena ada tanggung jawab kepada para pekerja. Mereka ini tulang punggung keluarga,” jelasnya.

Pada 2021, kerja keras Siti membuahkan hasil. Berkat dukungan PT BTF Big Tree Farm, sebuah perusahaan di Sukoharjo, ia berhasil mendapatkan sertifikasi organik internasional yang diakui oleh lembaga di Belanda. Sertifikasi ini memastikan bahwa produk gula semutnya memenuhi standar global, sebuah pencapaian yang penting untuk membuka peluang ekspor yang lebih luas. “Sertifikasi organik itu penting untuk memastikan kualitas produk kami benar-benar terjaga dan aman dikonsumsi,” kata Siti.

Sejak mendapatkan sertifikasi tersebut, permintaan terhadap gula semut produksinya terus meningkat. Setiap minggu, Siti mengirimkan dua kali pengiriman, masing-masing dengan volume 2 ton. “Dalam satu minggu, kita kirim dua kali. Setiap satu kali pengiriman itu harus 2 ton,” ungkapnya.

Meski sukses menembus pasar internasional, Siti menghadapi tantangan besar dalam menjaga kualitas dan standar organik. Salah satunya adalah pengawasan terhadap lahan petani mitra yang sering kali ditanami tanaman non-organik seperti cabai. “Kadang lahan yang sudah terdaftar organik malah ditanami cabai, yang jelas tidak organik. Ini harus kami kontrol dengan sistem Internal Control System (ICS),” katanya.

Selain itu, Siti juga menghadapi keterbatasan infrastruktur yang menghambat distribusi produknya. Akses jalan menuju desanya yang sempit seringkali menjadi kendala utama dalam pengiriman barang. “Kami ini berada di daerah yang cukup terpencil. Jalannya masih sempit, distribusi jadi terhambat. Padahal, usaha ini potensial untuk menopang ekonomi masyarakat,” keluhnya.

Dengan upaya yang tak kenal lelah, Siti kini mempekerjakan 15 orang, terdiri dari 12 ibu-ibu yang terlibat dalam produksi, dua bapak-bapak di bagian oven, dan satu orang muda di bagian penyaringan. Selain itu, lebih dari 430 petani dari delapan desa kini menjadi mitra produksi dalam usaha gula semut Siti. “Kalau yang jadi mitra kita sekarang sudah ada 430 petani dari 8 desa yang kita libatkan diproses ini,” jelasnya.

Wakil Bupati Wonosobo, Muhammad Albar, yang turut mengunjungi Siti, menyampaikan apresiasi atas upaya Siti dalam memberdayakan masyarakat desa. “Orang-orang seperti Bu Mua’wamah ini harusnya sudah mendapat perhatian dari pemerintah, karena telah mampu ikut berkontribusi dalam menggerakkan ekonomi di desanya,” ujarnya.

Siti berharap agar pemerintah dapat memberikan perhatian lebih pada usaha kecil seperti miliknya, terutama dalam hal penyediaan teknologi dan infrastruktur. Menurutnya, alat modern akan sangat membantu meningkatkan efisiensi produksi dan memenuhi permintaan yang semakin besar. “Semua masih manual. Kalau ada alat yang memadai, saya yakin bisa memenuhi permintaan perusahaan, bahkan mungkin bisa ekspor sendiri,” harapnya.

Dengan segala tantangan yang ada, Siti tetap berkomitmen untuk mengembangkan usahanya dan percaya bahwa gula semut produksinya tidak hanya dapat mendukung perekonomian desa Gondowulan, tetapi juga memberi dampak positif bagi kesejahteraan petani dan masyarakat secara keseluruhan.

Standard Post with Image
ukm

Kedai Kopi Toko 58, Hidden Gem di Pasar Induk Wonosobo

Wonosobonews.com - Saat membicarakan kedai kopi, biasanya yang terlintas adalah kafe modern di lokasi strategis seperti dekat kampus. Namun, di Wonosobo, ada ‘Toko Kopi 58’, kedai kopi unik yang berada di lantai 4 Pasar Induk Wonosobo.

Kedai ini menghadirkan konsep slow bar modern di tengah pasar tradisional, yang membuatnya terasa spesial. Barista berpengalaman menyajikan berbagai menu, dan kamu bisa ngobrol santai sembari menunggu pesanan, menciptakan suasana seperti nongkrong di angkringan atau izakaya Jepang.

Nama Toko Kopi 58 sendiri punya makna unik. Angka lima dan delapan melambangkan kata "mapan," sesuai dengan deskripsinya di akun Instagram @tokokopi.58: "Mapan Wonosobo." Akun ini juga menampilkan foto-foto estetik kedai yang memperlihatkan keunikannya.

Dengan harga mulai dari Rp10 ribu, pengunjung dapat menikmati berbagai pilihan kopi berkualitas seperti:

  • Deroduwur (proses Wash),
  • Ciwedey (proses Natural),
  • Puntang (proses Anaerob Natural).

Ada juga menu Tea Blend, minuman racikan khusus yang dibuat dari herba, bukan daun teh, sehingga menciptakan rasa yang berbeda.

Tak hanya itu, lokasi kedai ini semakin menarik karena berada di dekat Kedai Sagon Pak Slamet. Kombinasi kopi hangat dan sagon khas Wonosobo jadi pilihan tepat untuk dinikmati di udara sejuk Wonosobo.

Menurut Muh Suprobo, seorang pengulas di Google, “Hidden gem buat ngopi filteran di Wonosobo. Baristanya ramah dan nyambung buat diajak ngobrol apapun. Dengan konsep slow bar, sepertinya ini satu-satunya kedai kopi yang beneran buat ngopi dan menikmatinya.”

Kedai ini buka dari pukul 08.00 hingga 15.00 WIB. Meski hanya menyediakan meja bar dan kursi sederhana, tempat ini menawarkan gelas-gelas lucu yang cocok untuk foto-foto. Namun, karena kapasitasnya kecil, datang beramai-ramai bisa membuat sulit mendapatkan tempat duduk.

Jadi, kalau sedang di Wonosobo, jangan lupa mampir ke ‘Toko Kopi 58’ untuk menikmati pengalaman ngopi unik di tengah pasar tradisional!

 

Standard Post with Image
ukm

Amir Husein, Inovasi Milenial Kunci Kemajuan Petani dan Peternak Wonosobo

Wonosobonews.com - Calon Wakil Bupati Wonosobo, Amir Husein, menegaskan komitmennya untuk mendorong pengembangan sektor pertanian, peternakan, dan perikanan yang merupakan potensi unggulan daerahnya. Dalam keterangannya pada Selasa 19 November 2024, ia menyoroti peran besar masyarakat Wonosobo yang sebagian besar berprofesi sebagai petani dan peternak, didukung oleh tanah yang subur dan keberagaman sumber daya.

"Sebagian besar profesi warga Wonosobo adalah petani dan peternak. Tanah pertaniannya sangat subur dan punya keunggulan ternak kambing, domba, dan sapi. Potensi perikanan juga sangat baik," ujarnya.

Amir Husein, yang juga politisi PKB sekaligus mantan Wakil Ketua DPRD Wonosobo selama dua periode, bertekad untuk menaikkan kelas petani, peternak, dan petani ikanagar mereka lebih berdaya dan sejahtera. Ia menekankan pentingnya peningkatan manajemen budidaya melalui berbagai pendekatan, seperti pendampingan teknis, pelatihan intensif, dukungan permodalan, hingga promosi dan pemasaran produk secara luas.

"Manajemen budidaya pertanian, peternakan, dan perikanan harus terus ditingkatkan. Bentuknya bisa berupa pendampingan, pelatihan, bantuan permodalan, maupun suport promosi dan pemasaran produk dari pemerintah," katanya.

Husein melihat potensi besar pada generasi muda Wonosobo untuk menjadi petani milenial yang modern dan inovatif. Ia mencontohkan keberhasilan sejumlah anak muda yang telah mengelola ternak kambing peranakan etawa (PE) dan domba unggul secara profesional dengan hasil yang menjanjikan.

"Saat ini sudah banyak petani muda yang terjun ke dunia peternakan. Mereka mengelola kambing PE dan dombos, ternyata cukup berhasil. Hasil pertanian juga perlu dipasarkan melalui marketplace atau pasar online oleh generasi milenial," tegasnya.

Untuk mendukung ini, ia menggarisbawahi pentingnya pengembangan teknologi pengolahan hasil pertaniandan inovasi produk pangan. Husein optimistis bahwa generasi muda dapat menciptakan nilai tambah dari hasil pertanian melalui produk olahan yang memiliki daya jual lebih tinggi.

"Produk pangan hasil pertanian tidak melulu harus dijual mentah tapi perlu diolah agar punya nilai jual tinggi. Jika inovasi olahan pangan terus dilakukan petani muda, maka peluang keberhasilanny a akan tinggi dan membuat generasi muda banyak yang mau terjun membuka usaha agribisnis," tambahnya.

Husein juga mengapresiasi keberadaan program One Village One Product (OVOP) berbasis pertanian yang telah berjalan di beberapa desa di Wonosobo. Program ini, menurutnya, perlu terus didorong agar lebih banyak desa yang menghasilkan produk unggulan khas dengan memanfaatkan sumber daya lokal.

Ia melihat kolaborasi antara petani, UMKM, dan pemerintah daerah dapat menciptakan ekosistem agribisnis yang berkelanjutan. Selain itu, pengembangan pasar digital diharapkan menjadi solusi pemasaran yang efisien sekaligus menarik minat anak muda.

Sebagai calon Wakil Bupati, Amir Husein berkomitmen untuk menjadikan Wonosobo sebagai daerah yang mandiri secara agraris dengan menciptakan sistem pertanian terpadu. Ia percaya, dengan dukungan teknologi, inovasi, dan kemitraan yang kuat, sektor pertanian, peternakan, dan perikanan Wonosobo akan menjadi tulang punggung ekonomi yang tangguh.

"Ketika petani dan peternak berdaya, otomatis kesejahteraan mereka akan meningkat," tandasnya. Dengan potensi besar yang dimiliki, Husein optimistis Wonosobo dapat menjadi model pengembangan agribisnis modern yang menginspirasi daerah lain.