Standard Post with Image
ukm

Keberlanjutan Seni Anyaman Bambu di Sentra Bambu Rimpak Wonosobo

Wonosobonews.com - Di Desa Rimpak, Kecamatan Sapuran, Kabupaten Wonosobo, seni anyaman bambu menyimpan keunikan dan keindahan yang semakin berkembang. Di tengah kemajuan zaman, para pengrajin lokal setia melestarikan warisan leluhur dengan cara yang lebih modern. Sentra Bambu Rimpak, yang baru dirintis beberapa tahun lalu, kini menjadi pusat ekonomi kreatif yang mengangkat potensi lokal.

Sentra ini tidak hanya menjadi sumber ekonomi bagi masyarakat, tetapi juga tempat lahirnya karya seni berkualitas. Setiap produk yang dihasilkan mencerminkan ketekunan pengrajin dalam merangkai helai bambu menjadi barang bernilai. “Dulu, masyarakat di sini hanya membuat kerajinan sederhana, seperti ceting dan bakul,” ungkap Zaeni, salah satu pengrajin senior. “Namun, kini dengan adanya inovasi dan pelatihan, kami bisa membuat beragam produk baru seperti cup lampu, tempat buah, dan bahkan aksesori unik seperti peci bambu,” tambahnya.

Dengan mengedepankan kearifan lokal, Sentra Bambu Rimpak menghasilkan produk yang fungsional sekaligus bernilai seni tinggi. Produk-produk inovatif seperti kap lampu dan hiasan dinding kini menjadi kebanggaan pengrajin Desa Rimpak. Setiap pengrajin memiliki spesialisasi dalam teknik penganyaman, yang memberikan karakter unik pada setiap kerajinan.

Seorang pengrajin dapat menyelesaikan barang kecil seperti tempat buah dalam waktu sehari, sedangkan kerajinan yang lebih besar memerlukan dua hingga tiga hari. “Untuk kerajinan kecil, butuh waktu sekitar satu hingga dua jam, tergantung detailnya. Sedangkan kerajinan yang besar butuh ketelitian lebih, bisa dua hingga tiga hari untuk menyelesaikannya,” jelas Zaeni.

Dari segi harga, produk-produk Sentra Bambu Rimpak bervariasi, mulai dari Rp5.000 untuk suvenir kecil hingga Rp400.000 untuk produk kompleks seperti kap lampu besar. Kisaran harga ini membuat produk kerajinan dari Rimpak dapat dijangkau berbagai kalangan, baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun cendera mata. Sentra ini juga menerima pesanan khusus sesuai keinginan konsumen, seperti penyesuaian motif atau ukuran.

Meski masih dalam tahap merintis, Sentra Bambu Rimpak telah memproduksi lebih dari 25 jenis kerajinan bambu yang berbeda, masing-masing dengan cerita inovasi dan kreativitas pengrajinnya. Potensi besar dari anyaman bambu ini tidak hanya membawa manfaat ekonomi, tetapi juga melestarikan budaya lokal yang hampir terlupakan. Sentra Bambu Rimpak menjadi contoh nyata bagaimana tradisi dapat berkembang menjadi kekuatan ekonomi baru.

Tantangan terbesar yang dihadapi Sentra Bambu Rimpak adalah akses pasar yang lebih luas. Zaeni mengungkapkan bahwa pemasaran produk ke luar daerah masih terbatas meski telah memanfaatkan media sosial. “Kami berharap ada lebih banyak dukungan, baik dari pemerintah maupun komunitas kreatif, untuk membantu memasarkan produk-produk kami agar bisa dikenal lebih luas,” ujarnya.

Namun, semangat para pengrajin di Sentra Bambu Rimpak tidak pernah surut. Dengan komitmen dan kerja keras, mereka yakin kerajinan bambu Rimpak akan terus berkembang. Inilah kisah tentang sentuhan kreatif kerajinan bambu Rimpak Sapuran, yang mencerminkan keindahan seni dan semangat juang masyarakatnya. Sentra Bambu Rimpak bukan sekadar tempat produksi, tetapi simbol kebangkitan ekonomi lokal yang berlandaskan tradisi dan inovasi.

 

Standard Post with Image
ukm

Gus Yasin Dorong Pengolahan Limbah Tahu Menjadi Biogas di Wonosobo

Wonosobonews.com - Calon Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen (Gus Yasin), dalam rangkaian kunjungannya ke berbagai daerah, sering singgah ke rumah-rumah warga untuk berbincang dan mendengar aspirasi. Salah satu kunjungannya adalah di kampung penghasil tahu di daerah Balekambang, Sumbersari, Selo Merto, Wonosobo, pada Minggu, 6 Oktober 2024.

Saat melintas di kampung tersebut, Gus Yasin tiba-tiba menghentikan timnya setelah melihat deretan keranjang tahu di depan salah satu rumah yang ternyata adalah pabrik tahu rumahan milik Emi. Gus Yasin, tertarik menggali informasi lebih dalam, menanyakan jumlah pabrik tahu di kampung tersebut. Emi menjelaskan bahwa ada sekitar 12 rumah tangga di kampung itu yang telah memproduksi tahu selama puluhan tahun.

Gus Yasin kemudian menanyakan tentang pengelolaan limbah tahu. Emi menjawab bahwa limbah tahu selama ini digunakan untuk pakan ternak dan ikan. Menurut Gus Yasin, meskipun penggunaan limbah sebagai pakan ternak bermanfaat, ada potensi lebih besar jika limbah tersebut diolah menjadi biogas. Dia menjelaskan bahwa di Purworejo, limbah tahu bisa diubah menjadi biogas yang dimanfaatkan oleh warga untuk kebutuhan gas rumah tangga. Dengan hanya membayar sekitar Rp 10 ribu per bulan, warga di sana tidak perlu lagi membeli gas pabrik yang lebih mahal.

Gus Yasin menambahkan bahwa di Purworejo, hanya dengan memanfaatkan limbah dari tiga pabrik tahu, biogas yang dihasilkan sudah mampu mengaliri sekitar 200 rumah. Jika di kampung Wonosobo ini, dengan 12 pabrik tahu, potensi biogasnya bisa mencukupi kebutuhan gas sekitar 800 rumah.

Teknologi pengolahan biogas dari limbah tahu ini juga cukup sederhana, mirip dengan teknologi biogas dari kotoran sapi atau manusia. Limbah tahu dimasukkan ke dalam bunker khusus yang kemudian menghasilkan gas untuk disalurkan ke rumah-rumah warga. Harganya pun jauh lebih murah dibandingkan dengan tabung gas 3 Kg yang kini dijual seharga Rp 22 ribu.

Emi dan warga sekitar menyambut baik ide ini. Mereka siap jika limbah tahu di kampung mereka diolah menjadi biogas, karena tidak hanya membantu lingkungan, tetapi juga bisa menghemat biaya. "Monggo kita manut yang di atas mawon. Kami siap, apalagi harga gas makin mahal, sementara kalau untuk pakan ikan hasilnya hanya untuk konsumsi sendiri," ungkap Emi.

Gus Yasin yang berpasangan dengan calon gubernur Ahmad Luthfi dalam pemilihan gubernur Jateng 2024, mendapat dukungan dari 16 partai besar dengan 70 persen kursi DPRD Jateng. Berdasarkan survei, pasangan Luthfi-Yasin unggul dengan perolehan 54 persen dibandingkan pesaingnya Andika-Hendi yang mendapat 32 persen dukungan.

 

Standard Post with Image
ukm

Pengembangan Tanaman Rami di Wonosobo untuk Bahan Tekstil dan Dekorasi

Wonosobonews.com - Tanaman rami, yang belum banyak dikenal luas, ternyata dapat diolah menjadi serat alami sebagai bahan baku tekstil. Di Wonosobo, Wibowo Ahmad, yang akrab dipanggil Bowo, berhasil merintis pembuatan serat dari tanaman rami ini. Rami merupakan tanaman perdu dengan nama latin Boehmeria nivea L. Gaud, yang tingginya sekitar 1-2 meter. Uniknya, tanaman ini bisa hidup hingga 5-8 tahun dan dipanen setiap dua bulan dengan perawatan yang baik.

Bowo telah mengembangkan tanaman ini menjadi bahan baku untuk dekorasi rumah. Selain itu, ia juga mengolah serat rami menjadi serat halus yang sedang dipersiapkan untuk produksi besar-besaran sebagai bahan tekstil. Serat rami memiliki beberapa keunggulan, seperti daya serap yang 8 kali lebih tinggi daripada kapas, ketahanan terhadap cuaca, serta ramah lingkungan. Namun, serat ini tidak bisa digunakan secara mandiri dalam tekstil dan perlu dicampur dengan serat lain, seperti rayon atau katun, agar lebih kuat.

Bowo menjelaskan bahwa rami sudah ada di Wonosobo sejak 1999. Meski usahanya sempat berhenti pada 2010, ia terus gigih melanjutkannya dan kini berhasil mengembangkan rami selama hampir 25 tahun. Ada tiga model pengembangan yang digunakan Bowo: mengelola sendiri, bekerja sama dengan petani, serta berbagi hasil dengan petani yang menyediakan lahan.

Saat ini, ia memiliki 25 hektare lahan rami dan menargetkan 50 hektare pada tahun depan. Setelah dipanen, tanaman rami diolah melalui proses pemisahan kulit batang, perendaman, dan penjemuran sebelum dikirim untuk diproses lebih lanjut. Bowo mampu memproduksi 1-2 ton rami per hari, setara dengan 40-80 kilogram serat, dengan produksi bulanan mencapai 2,5-3 ton tergantung cuaca.

Usaha Bowo kini mempekerjakan sekitar 60 orang dan bermitra dengan 1.000 orang di berbagai desa serta 50 petani. Sekitar 90 persen produk akhirnya diekspor ke luar negeri, dengan omset tahunan mencapai 5-6 miliar rupiah. Meskipun tantangan seperti agroklimat dan permintaan besar dari Jepang, Korea, dan Cina masih ada, Bowo tetap fokus pada pengembangan yang sedang berjalan.

Konsistensi Bowo dalam mengolah rami telah menarik perhatian banyak pihak. Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, bahkan pernah mengunjungi tempat pengolahan rami milik Bowo di Desa Simbang, Kecamatan Kalikajar, Wonosobo.

 

Standard Post with Image
ukm

Potensi Ekonomi Desa Talunombo, Keberagaman Sumber Daya dan Kreativitas Masyarakat

Wonosobonews.com - Desa Talunombo di Kecamatan Sapuran, Kabupaten Wonosobo, memiliki potensi ekonomi yang signifikan berkat keberagaman sumber daya alam dan kreativitas masyarakatnya. Sebagian besar penduduk desa ini mengandalkan sektor pertanian dan peternakan. Produksi telur bebek dan budidaya ikan telah berhasil merambah pasar luar kota, termasuk Purworejo dan Yogyakarta.

Dalam sektor pertanian, warga Talunombo tidak hanya mengandalkan hasil panen segar, tetapi juga mengolahnya menjadi berbagai makanan olahan, seperti kripik singkong dan kripik pisang. Produk-produk ini tidak hanya diminati di tingkat lokal, tetapi juga semakin dikenal di pasar yang lebih luas. Selain itu, batik lokal Talunombo menjadi salah satu produk unggulan yang telah menembus pasar internasional, sekaligus memperkuat identitas budaya daerah.

Kerajinan tangan lainnya, seperti besek, juga berkembang di desa ini dengan memanfaatkan banyaknya pohon bambu yang tersedia. Dengan pengelolaan yang baik, potensi-potensi ini diyakini akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Talunombo, meningkatkan taraf hidup mereka, serta memperkuat ekonomi lokal secara keseluruhan.  

Dengan terus menggali dan mengembangkan potensi yang ada, Desa Talunombo berpeluang untuk menjadi contoh sukses dalam pengelolaan sumber daya dan pemberdayaan masyarakat, menjadikannya sebagai daerah yang berdaya saing tinggi di masa depan.

 

Standard Post with Image
ukm

Manfaat Program Demonstration Farm bagi Petani Tembakau di Jawa Tengah

Wonosobonews.com - Program percobaan pertanian, atau demonstration farm, yang dikelola oleh Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Provinsi Jawa Tengah, memberikan dampak positif bagi petani tembakau di Kabupaten Temanggung dan Wonosobo.

Tri Istanto, seorang petani dari Desa Candisari, menjelaskan bahwa meskipun biaya tanam tidak turun, hasil panen mereka meningkat. Ia menekankan bahwa pola penanaman yang diperkenalkan oleh Distanbun melalui Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) efektif dalam meningkatkan kualitas tembakau. "Terutama lebih di bibit dan pengolahan lahan. Itu yang terpenting dan petani selalu didampingi" ujarnya.

Pujo Suryanto, petani dari Wonosobo yang juga berpartisipasi dalam program ini, merasakan manfaat serupa. Ia menanam tembakau jenis Kemloko II dan Andong Wilis, dan berkat bimbingan PPL, ia berhasil menghasilkan tembakau berkualitas tinggi. Harga jualnya bervariasi, mulai dari Rp80.000 per kilogram untuk kualitas D, hingga lebih dari Rp100.000 untuk kualitas E dan F.

Program demonstration farm juga menekankan pentingnya pengolahan pascapanen tanpa gula. Banyak petani masih mencampurkan gula ke tembakau dengan keyakinan dapat meningkatkan kualitas dan harga jual. Namun, praktik ini justru menambah biaya pascapanen. Pujo menjelaskan bahwa pengolahan tanpa gula membawa keuntungan lebih. "Kami sudah menerapkan standar tembakau non gula, sehingga walaupun dijemur dengan angin, tanpa matahari, tetap bisa kering," katanya.

Ria Wati, PPL Desa Candisari, menyatakan bahwa program ini mulai mengurangi kebiasaan buruk di kalangan petani. "Sudah mulai berkurang, mereka sudah mulai ikut mengurangi gula. Tetapi harapannya petani, dengan kualitas yang bagus pembeliannya juga tetap bagus," ucapnya.

Ria juga mengakui tantangan yang dihadapi dalam menyebarluaskan praktik ini. Ia menyebut bahwa beberapa petani perlu melihat keberhasilan rekan-rekan mereka untuk mau menerapkan pola baru. Ria berharap program demonstration farm ini dapat berlanjut.  

"Kami baru mengikuti program demonstration farm tahun ini, di Kecamatan Bansari baru pertama kali. Jadi kami harus mengubah pola pikir penggunaan bibit yang masih muda ke yang agak tua, jarak bibit, pokoknya pengolahan lahan dan lain sebagainya. Itu tidak bisa kami langsung penyuluhan. Dengan demonstration farm seluas 5 hektare ini diharapkan masyarakat bisa mengikuti nantinya," tambahnya.