Wonosobonews.com - Di sebuah desa terpencil di Wonosobo, hiduplah seorang pendekar yang terkenal sangat sakti bernama Mbah Kiai Jangkrik. Semasa hidupnya, Mbah Kiai Jangkrik dikenal memiliki kemampuan luar biasa, termasuk bisa menghilang dan mengecoh lawan dengan siulannya yang mirip suara jangkrik. Karena suara siulannya ini, ia pun dijuluki Mbah Jangkrik.
Pada masa penjajahan Belanda, Mbah Jangkrik adalah salah satu pejuang yang gigih melawan penjajah. Ia melarikan diri ke perbukitan setelah dikejar Belanda dari wilayah Kaliwungu. Setelah bertahun-tahun tinggal di sana, Mbah Jangkrik menyatu dengan masyarakat setempat, dan akhirnya desa tempat ia tinggal dikenal dengan nama Desa Jangkrikan.
Mbah Salamun, sesepuh Desa Jangkrikan, bercerita bahwa tak ada seorang pun yang tahu nama asli Mbah Jangkrik. Kini, makamnya berada di Desa Jangkrikan dan menjadi pusat ziarah bagi umat Islam, baik dari daerah sekitar maupun dari luar daerah.
Masyarakat setempat merawat makam tersebut dengan baik, bahkan membangun sebuah pondok kecil di sana untuk kenyamanan para peziarah. "Dulunya makam itu hanya batu. Bahkan tak ada yang tahu kalau di sana itu ada makam Mbah Jangkrik. Yang tahu pertama kali malah dari kesenian kuda kepang. Salah satu anggota ada yang ‘mendem’ sampai lama tidak sembuh. Sampai dia lari ke situ dan mengatakan kalau di sanalah makam Mbah Kiai Jangkrikk," ungkap Mbah Salamun.
Setiap malam Jumat, warga setempat mengadakan tahlilan bersama di makam Mbah Kiai Jangkrik. Warga dari luar desa juga turut serta mendoakan tokoh tersebut. Makam ini bukan hanya tempat peristirahatan seorang pendekar sakti, tetapi juga simbol keberlanjutan ajaran dan nilai-nilai Islam, serta menjadi tempat spiritual bagi masyarakat setempat. Makam ini telah menjadi bagian penting dalam warisan budaya dan sejarah di Wonosobo.
Desa tempat Mbah Kiai Jangkrik pernah tinggal, yang kini dikenal sebagai Desa Jangkrikan, didirikan pada 20 September 1853 dan memiliki 20 dukuh. Dulu, desa ini terkenal dengan hasil pertaniannya seperti padi, ketela, sayur-sayuran, dan palawija. Konon, tanah di desa ini sangat subur sehingga kehidupan masyarakatnya pun makmur.
Namun, Desa Jangkrikan juga mengalami berbagai peristiwa sejarah. Pada masa G30S PKI, desa ini pernah menjadi tempat persembunyian tokoh PKI. Pada tahun 1970-an, desa ini mengalami gagal panen selama empat musim berturut-turut karena serangan hama tikus di persawahan sekitar desa.
Begitulah kisah tentang Mbah Kiai Jangkrik dan Desa Jangkrikan, sebuah cerita tentang perjuangan, keberanian, dan keberlanjutan tradisi.