Standard Post with Image
wonosobo terkini

Peran Organisasi Wanita Katolik Desa Buntu dalam Memperkuat Persatuan dan Pemberdayaan Perempuan

Wonosobonews.com - Organisasi Wanita Katolik di Desa Buntu, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, memiliki peran penting dalam memperkuat masyarakat dengan mengedepankan nilai-nilai persatuan dan toleransi antar umat beragama. Desa Buntu dikenal sebagai "laboratorium keberagaman," di mana penduduknya hidup rukun meskipun memiliki latar belakang agama yang berbeda.

Kelompok perempuan Katolik di desa ini aktif mengikuti berbagai kegiatan sosial dan keagamaan yang melibatkan seluruh masyarakat. Selain fokus pada kegiatan di dalam gereja, mereka juga terlibat dalam kegiatan lintas agama, seperti gotong royong dan perayaan hari-hari besar keagamaan lainnya. Misalnya, saat perayaan Natal, perempuan Katolik bekerja sama dengan pemeluk agama lain untuk mempersiapkan acara di gereja, seperti perayaan Jumat Agung, Paskah, atau Kenaikan Yesus. Tetangga yang rumahnya dekat dengan gereja sering ikut membantu, mencerminkan semangat persatuan, kontribusi, dan penghargaan antarwarga.

Selain kegiatan sosial dan keagamaan, Organisasi Wanita Katolik Desa Buntu juga fokus pada pemberdayaan perempuan. Mereka menyelenggarakan berbagai pelatihan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan anggotanya, sehingga mereka dapat berkontribusi lebih baik dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.

Organisasi ini juga rutin mengadakan acara keagamaan seperti misa, doa bersama, dan perayaan hari besar di gereja, yang tidak hanya memperkuat iman, tetapi juga mempererat tali persaudaraan antar warga Desa Buntu. Melalui berbagai kegiatan ini, organisasi tersebut berperan besar dalam memelihara kerukunan dan keberagaman yang harmonis di Desa Buntu.

 

Standard Post with Image
Wisata Wonosobo

Diskusi Budaya dan Pelestarian Alam di Lereng Gunung Prau Bersama Tanto Mendut

Wonosobonews.com - Budayawan nasional Tanto Mendut bersama sejumlah seniman Wonosobo akan mengadakan diskusi di Desa Wisata Igirmranak, Kejajar, pada Sabtu (19/10). Diskusi yang berfokus pada kehidupan budaya dan pelestarian alam di lereng Gunung Prau ini akan dimulai pukul 14.00 WIB di lapangan desa. Acara tersebut akan dimeriahkan oleh pementasan seni dari ratusan penari Rumah Tari Ngesti Laras Wonosobo yang diasuh oleh Mulyani.

Tanto Mendut, yang lahir dengan nama Sutanto pada 5 Februari 1954, adalah pendiri dan pemimpin Komunitas Lima Gunung. Komunitas ini sering menggelar perhelatan seni-budaya berskala internasional di puncak gunung, melibatkan masyarakat lokal dari lima gunung: Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh. Dedikasinya dalam memberdayakan masyarakat melalui seni dan budaya telah mendapat penghargaan dari Yayasan Sains Estetika dan Teknologi, serta Maestro Seni Tradisional dari Kementerian Pendidikan. Ia juga pernah menerima Gus Dur Award dari Wahid Institute, serta beberapa penghargaan lain atas karyanya di bidang seni dan musik.

Diskusi ini diharapkan dapat memperkuat upaya pelestarian alam dan budaya di wilayah lereng Gunung Prau serta mempererat hubungan antara seniman dan masyarakat lokal.

 

Standard Post with Image
wonosobo terkini

Albar Tekankan Sinergi Lintas Sektor untuk Atasi Stunting dan Kemiskinan di Wonosobo

Wonosobonews.com - Plt. Bupati Wonosobo, Muhammad Albar, menekankan bahwa upaya penanganan stunting dan pengentasan kemiskinan ekstrem membutuhkan kolaborasi nyata lintas sektor. Hal ini disampaikan dalam acara Sosialisasi dan Diskusi Publik bertema "Peningkatan Akses Pengaduan Pelayanan Publik" yang diadakan oleh Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah pada 17 Oktober 2024.

Albar memberikan apresiasi terhadap inisiatif Ombudsman yang berupaya mendekatkan diri dengan masyarakat dan membuka akses pengaduan terkait pelayanan publik. “Saya ingin menunjukkan bahwa Ombudsman bukan malaikat Malik yang menghakimi, melainkan seperti malaikat Ridwan yang membawa kesejukan dan ketenangan,” ujar Albar, memberikan analogi tentang peran Ombudsman dalam menjaga keseimbangan dan ketenangan.

Lebih lanjut, Albar menekankan pentingnya fokus pada isu stunting, yang prevalensinya di Wonosobo masih berada di angka 15 persen, sedikit lebih tinggi dari target nasional sebesar 14 persen. "Kita memiliki tantangan besar di sini, dan kehadiran Ombudsman diharapkan dapat menjadi pencerahan bagi kita semua untuk lebih aktif menyelesaikan masalah ini," jelasnya.

Albar menegaskan bahwa penanganan stunting tidak bisa hanya bergantung pada pemerintah. “Perubahan pola asuh dan perilaku masyarakat sangat diperlukan untuk mendukung penurunan angka stunting,” tambahnya. Meskipun baru menjabat selama dua bulan, Albar menyatakan komitmennya untuk merespons keluhan masyarakat, termasuk masalah air bersih yang belum terselesaikan di beberapa wilayah.

Dalam pandangannya, pelayanan publik adalah fondasi bagi terciptanya masyarakat yang adil dan sejahtera. Kehadiran Ombudsman di Wonosobo, menurut Albar, menjadi momentum penting untuk memperbaiki kualitas layanan publik. “Kehadiran Ombudsman menjadi cahaya bagi kita semua, untuk memenuhi kewajiban menyelesaikan stunting dan kemiskinan ekstrem,” tutur Albar.

Mengajak semua pihak untuk bersinergi, Albar menyoroti pentingnya pemahaman menyeluruh terkait indikator kemiskinan. "Kita harus lebih cermat dalam menilai kondisi masyarakat, bukan hanya sekadar melihat rumah atau fasilitas yang tampak, tetapi memahami situasi secara lebih mendalam," katanya, mengingatkan bahwa penilaian yang akurat akan memberikan dasar yang kuat untuk penanganan yang tepat.

Albar juga menyampaikan kabar baik bahwa Kabupaten Wonosobo telah mendapatkan insentif dari pemerintah pusat sebagai bagian dari upaya penanganan stunting dan kemiskinan ekstrem. “Dengan adanya dukungan ini, kita harus semakin giat melakukan langkah-langkah konkret untuk mencapai target,” ungkapnya.

Kolaborasi menjadi kunci utama yang selalu ditekankan Albar. Ia menegaskan bahwa setiap sektor, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat, harus berperan aktif untuk menciptakan perubahan nyata. “Tidak ada sektor yang bisa bekerja sendiri. Semua pihak harus terlibat dan peduli untuk menciptakan perubahan nyata,” tegasnya.

Menutup pidatonya dengan sentuhan budaya lokal, Albar menyebut bahwa dalam setiap kegiatan pemerintah Wonosobo selalu menyajikan daging sapi sebagai simbol kekuatan dan ketangguhan. “Itu simbol bahwa kita harus kuat dan siap menghadapi tantangan, termasuk dalam hal penanganan stunting dan kemiskinan ekstrem,” katanya sambil tersenyum.

Albar optimis bahwa dengan kerja sama yang baik, Wonosobo bisa mencapai target penurunan stunting hingga di bawah angka nasional. “Jika kita bisa bekerja sama dengan baik, saya yakin kita bisa mencapai target 14 persen, bahkan mungkin lebih rendah,” pungkasnya.

Ia menutup dengan ajakan kepada masyarakat untuk terus mendukung upaya perbaikan pelayanan publik dan bersama-sama membangun Wonosobo yang lebih baik.

Standard Post with Image
wonosobo terkini

Kampung Wisata Sayur Blederan, Wisata Edukasi Pertanian yang Menarik di Wonosobo

Wonosobonews.com - Kabupaten Wonosobo terkenal dengan berbagai potensi wisata, dan salah satu yang patut diperhitungkan adalah wisata edukasi. Di antara banyak pilihan, Kampung Wisata Sayur Blederan di Desa Blederan, Kecamatan Mojotengah, tampil sebagai destinasi unik yang menggabungkan pertanian organik dengan pemberdayaan masyarakat.

Sekretaris Desa Blederan, Ida Indriawati, menjelaskan bahwa Kampung Wisata Sayur ini resmi dibuka pada tahun 2018, berawal dari inovasi warga yang memanfaatkan pekarangan rumah untuk budidaya sayur organik menggunakan polibag. "Pada saat itu, warga berinovasi dengan memanfaatkan lahan pekarangan rumah untuk menanam sayur secara organik dalam polibag. Seluruh warga kompak berkomitmen, sehingga muncul julukan Kampung Sayur Blederan," jelasnya.

Keberhasilan masyarakat dalam menjaga komitmen untuk menanam dan merawat sayuran organik telah mengubah Desa Blederan menjadi hamparan komoditas pertanian yang subur. Inovasi ini tak hanya membawa keindahan alam, tetapi juga memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi warga setempat. “Banyaknya sayuran yang ditanam dan tumbuh subur di pekarangan rumah warga juga menarik banyak pembeli, sehingga memberikan dampak positif pada ekonomi warga Blederan,” tambah Ida.

Dengan keberhasilan ini, Desa Blederan kian percaya diri mengembangkan konsep wisata edukasi yang menawarkan pengalaman berbeda. Kampung Wisata Sayur Blederan kini menyediakan beberapa paket wisata yang dapat dipilih wisatawan, termasuk:

Paket A (Pelajar) - Rp 15.000/orang Pengunjung akan belajar tentang pemberdayaan pertanian pekarangan, mengunjungi lahan pembelajaran sayur, mempraktikkan budidaya sayur organik, serta menikmati makanan ringan khas Blederan.

Paket B (Umum) - Rp 15.000/orang Paket ini serupa dengan Paket A namun difokuskan pada wisatawan umum, dengan pengalaman belajar pertanian pekarangan dan menikmati kuliner khas lokal.

Untuk pengalaman yang lebih seru, wisatawan bisa memilih aktivitas tambahan seperti kecehan Pancungan Cengkul (Rp 5.000/orang), Mancing Unjar (Rp 10.000/orang), Adang Sego Jagung/Leye (Rp 10.000/orang), hingga program Live-in (menginap) yang semakin menambah keasyikan.

Selain edukasi, pengunjung dapat menikmati kuliner khas Blederan seperti bakso, mie rebus sayur organik, nasi kemul megono, hingga tumpeng ingkung yang disajikan dengan harga mulai dari Rp 10.000 hingga Rp 250.000. Menu ini tak hanya memuaskan selera, tetapi juga memperkenalkan masakan tradisional yang memanfaatkan bahan-bahan segar dari pekarangan warga.

Dengan berbagai fasilitas tersebut, Kampung Wisata Sayur Blederan menawarkan konsep wisata edukasi yang tidak hanya mendidik tetapi juga memberikan kesan mendalam tentang bagaimana pertanian organik dapat diberdayakan oleh masyarakat lokal.

Bagi yang tertarik untuk berkunjung, Kampung Wisata Sayur Blederan bisa dihubungi melalui Ida di nomor 0857-2577-7357. Dengan pengalaman yang ditawarkan, Blederan siap memberikan perspektif baru tentang wisata pertanian di Kabupaten Wonosobo.

Standard Post with Image
Wisata Wonosobo

Inovasi Pertanian Berkelanjutan, Temuan Varietas Padi Sri Begaluh di Wonosobo

Wonosobonews.com - Sabar Ismanto, seorang petani dari Desa Mungkung, Kecamatan Kalikajar, baru-baru ini menemukan varietas padi baru bernama Sri Begaluh melalui percobaan sederhana di depan rumahnya. Varietas ini tidak hanya unggul dalam produktivitas, tetapi juga menunjukkan bahwa pertanian berkelanjutan bisa berjalan bersama inovasi.

Beberapa tahun lalu, Sabar mulai mencoba mengawinkan beberapa varietas padi, seperti Ciherang dan Barito. Ia tidak menyangka bahwa hasil persilangan tersebut menghasilkan padi dengan batang yang lebih kokoh, bulir yang rapat, dan sedikit memanjang.

“Awalnya cuma eksperimen kecil-kecilan. Tapi waktu saya tanam, ternyata hasilnya beda. Setelah banyak yang cocok, saya beri nama sri begaluh, dari nama sungai di dekat sawah,” kata Sabar.

Tak ingin berhenti di situ, Sabar memperbanyak benih dan membagikannya kepada tetangga dan saudara. Kini, setiap musim tanam, ia mampu memproduksi satu ton benih yang disalurkan ke petani di sekitar desanya.

Saat ini, varietas Sri Begaluh telah diteliti oleh Dinas Pertanian Wonosobo dan terbukti memiliki produktivitas yang lebih unggul dibandingkan dengan Ciherang dan Barito. Dalam lahan seluas 25 meter persegi, Sri Begaluh menghasilkan 20,16 kilogram gabah, setara dengan 8,04 ton per hektare. Sementara itu, Ciherang hanya menghasilkan 4,5 ton per hektare dan Barito 6,96 ton per hektare.

Selain dikenal karena inovasinya, Sabar juga aktif mengampanyekan pertanian berkelanjutan. Meskipun tidak menolak penggunaan pupuk kimia, ia lebih memilih menggunakan pupuk organik dan pestisida alami.