Standard Post with Image
Wisata

Live In Desa Sendangsari Petualangan Budaya

Wonosobonews.com - Desa Wisata Sendangsari di Kecamatan Garung, Kabupaten Wonosobo, baru-baru ini menerima kunjungan tamu dari Qatar melalui Program Youth FUNtastic Journey (YFJ) yang diselenggarakan oleh Yayasan Sahabatku Mitra Remaja (Sahabatku) dari Jakarta. Ketua rombongan, Deden Mulyadi, bersama dengan EO dari PT Bina Daya Nugraha (BDN), membawa peserta yang terdiri dari anak-anak diaspora Indonesia tingkat SMP dan SMA di Qatar. Program ini bertujuan untuk mengenal, memahami, dan merasakan kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesia.

Pada hari Minggu pukul 10 pagi, peserta tiba di Sendangsari dan disambut oleh panitia, Sekretaris Desa Sendangsari, Bapak Bambang Adi Nugroho, dan Pengurus Pokdarwis Dewisri, Bihun. Setelah sambutan, peserta dibagi ke homestay masing-masing untuk bercengkrama dengan ibu asuh mereka. Setelah sholat Dhuhur dan makan siang, peserta mengunjungi enam UMKM lokal, yaitu pembuatan gebleg, produksi dan pengemasan brondong, industri rumah tangga tempe godhong, produksi combro, dan pembuatan tempe kemul. Pengalaman langsung ini memberikan wawasan tentang tradisi kuliner dan kerajinan lokal.

Hari kedua diisi dengan kegiatan layanan masyarakat. Peserta putra membersihkan dan mengecat mushola, sementara peserta putri mengadakan MPLS di SD Sendangsari. Siang harinya, mereka mengikuti workshop eco-printing menggunakan dedaunan, kemudian memanen kenci di sawah desa dan berlomba menangkap lele. Malam harinya, peserta mengikuti permainan malam untuk melatih kerjasama tim.

Hari terakhir dimulai dengan pertukaran simbolis vandel antara pihak Youth FUNtastic Journey dan Desa Wisata Sendangsari. Setelah itu, peserta menerima souvenir berupa gantungan kunci, brondong, dan tempe godhong sebagai kenang-kenangan. Pengurus Pokdarwis Dewisri Desa Sendangsari, Bihun, menyambut baik kedatangan tamu dari Qatar. Desa ini dikenal sebagai Desa Wisata Budaya dan Pertanian yang kaya akan kesenian tradisional dan sering menjadi tujuan live-in bagi ratusan siswa dari berbagai daerah, bahkan dari tingkat TK dan SD setempat. Anak-anak sangat betah dan seringkali tidak ingin pulang karena sudah mengenal baik bapak ibu induk semangnya.

Pengalaman live-in ini memberikan dampak abadi bagi para peserta. Saat berpamitan dengan keluarga asuh dan teman-teman baru, kenangan dan hubungan yang terbentuk selama tiga hari ini menunjukkan semangat pertukaran budaya dan ikatan yang kuat melalui pengalaman bersama dan saling menghormati. Sekretaris Desa, Bambang Adi Nugroho, menyampaikan terima kasih dan permintaan maaf atas keterbatasan fasilitas. Meskipun ada kesulitan bahasa karena mayoritas masyarakat menggunakan bahasa Jawa, pemerintah desa sedang membangun Kantor Desa Baru untuk memaksimalkan kegiatan kemasyarakatan, termasuk pemuda, olahraga, dan kesenian.

Dengan sambutan hangat dan pengalaman budaya yang kaya, Desa Wisata Sendangsari memberikan kenangan tak terlupakan bagi para peserta Youth FUNtastic Journey.

 

Standard Post with Image
wonosobo terkini

Ritual Sakral Menyambut Hari Jadi Wonosobo ke-199

Wonosobonews.com - Dalam rangka memperingati Hari Jadi ke-199 Kabupaten Wonosobo, serangkaian ritual sakral digelar di Pendopo Kabupaten Wonosobo pada Selasa, 23 Juli 2024. Ritual-ritual tersebut meliputi Tapa Bisu, Hastungkara (Ujubing Umbul Donga), dan Birat Sengkala, yang masing-masing memiliki makna dan tujuan khusus dalam upaya memohon berkah dan menjalin persatuan.

Ritual dimulai dengan Tapa Bisu, yang melanjutkan dari prosesi Bedhol Kedaton di Desa Plobangan. Kirab Tapa Bisu dimulai pada pukul 19.00 WIB dari Klentheng Hongoderpo, dipimpin oleh Kepala Desa Plobangan beserta istri dan perangkat desa. Mereka membawa empat pusaka penting: Air Suci Tirto Perwitosari, Bantolo, Songsong Agung, dan Tombak Katentreman. Kirab ini berlangsung dalam keheningan, di mana peserta dan masyarakat diharapkan tidak berbicara dan hanya menggunakan obor sebagai penerangan. Ritual ini melambangkan ketenangan dan ketulusan hati dalam memanjatkan doa.

Setibanya di Pendopo Bupati, Air Suci Tirto Perwitosari yang dibawa dalam kirab dicampur dari tujuh sumber mata air: Tuk Bimolukar, Gua Sumur, Tuk Mudal, Tuk Suradilaga, Tuk Tempurung, Tuk Kaliasem, dan Tuk Sampang. Campuran air suci ini simbol persatuan dan kesucian hati dalam memohon berkah dari Tuhan Yang Maha Esa.

Ritual berikutnya adalah Hastungkara, atau Ujubing Umbul Donga, yang merupakan doa bersama lintas agama. Enam pemuka agama dari berbagai keyakinan—Khong Hu Chu, Hindu, Budha, Katolik, Kristen, dan Islam—memanjatkan doa secara bergantian di Pendopo. Doa ini memohon keselamatan, kemajuan, dan kesejahteraan bagi Kabupaten Wonosobo. Wakil Bupati Wonosobo, Drs. H. Muhammad Albar, M.M., menegaskan bahwa Hastungkara merupakan simbol toleransi dan persatuan antarumat beragama di Wonosobo. Ia berharap momen ini dapat memperkuat persatuan dan memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat.

Setelah doa bersama, dilanjutkan dengan ritual Birat Sengkala, yang bertujuan mengusir kesialan dan malapetaka. Ritual ini dipimpin oleh sesepuh adat dan penghayat kepercayaan dari Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan YME Indonesia (MLKI) Kabupaten Wonosobo. Sebelum Birat Sengkala, dilakukan serah terima pusaka seperti songsong agung (payung kebesaran) dan tombak katentreman (tombak ketentraman).

Prosesi kemudian berpindah ke alun-alun Wonosobo, di mana tanah dari Desa Plobangan, cikal bakal pemerintahan di Wonosobo, ditanam di sekitar beringin kurung. Percikan air suci dari tujuh sumber mata air kemudian dilakukan ke empat penjuru mata angin—Selatan, Barat, Utara, dan Timur. Air suci ini dipercaya membawa berkah dan menjauhkan segala hal buruk dari Kabupaten Wonosobo.

Ritual Birat Sengkala menandai penegasan doa dan harapan masyarakat Wonosobo untuk masa depan yang lebih cerah dan sejahtera. Puncak acara Hari Jadi ke-199 Kabupaten Wonosobo akan dilanjutkan dengan Pisowanan Agung pada Rabu, 24 Juli 2024.

 

Standard Post with Image
wonosobo terkini

Akhir Sebuah Ikon Jembatan Peninggalan Belanda di Wonosobo

Wonosobonews.com - Jembatan bekas rel kereta api SDS peninggalan Belanda di Wonosobo akhirnya dibongkar. Jembatan yang telah menjadi ikon ruas jalan di Selomerto ini sekarang hanya tinggal kenangan. 

 

Ruas Jalan Nasional Banjarnegara-Wonosobo, tepatnya di Dusun Banaran, Desa Kalierang, Kecamatan Selomerto, Kabupaten Wonosobo, atau di depan GOR Watu Gong, sempat ditutup untuk sementara waktu saat pembongkaran jembatan bekas rel kereta api yang sudah tidak aktif tersebut. Pengumuman mengenai pembongkaran ini telah diposting di akun Instagram resmi @disperkimhub_wsb, sehingga masyarakat sudah mendapat informasi sebelumnya.

 

Kepala Disperkimhub Kabupaten Wonosobo, Agus Susanto, menjelaskan bahwa keputusan untuk membongkar jembatan ini diambil karena adanya kekhawatiran akan keselamatan pengguna jalan di bawahnya. Jembatan yang melintasi Jalan Nasional Banjarnegara-Wonosobo dengan ketinggian sekitar 4,8 meter ini sudah berusia sangat tua, bahkan disebut-sebut dibangun sejak zaman Belanda.

 

"Ini bisa membahayakan keselamatan karena dudukannya sudah berubah dari dudukan aslinya. Dudukan itu sudah miring-miring, kemudian sudah diganjal dan itu riskan banget. Jadi khawatir kalau tiba-tiba itu membahayakan bagi pengguna jalan yang ada di bawahnya," ucap Agus Susanto.

 

Proses pembongkaran jembatan ini tidak dilakukan sembarangan. Menurut Agus, rencana pembongkaran sudah melalui berbagai tahap panjang hingga mendapatkan persetujuan dari Kementerian Perhubungan. Setelah melalui berbagai kajian dan pertimbangan, pembongkaran jembatan bekas rel kereta api nonaktif ini dijadwalkan berlangsung pada Selasa, 23 Juli 2024.

 

Pembongkaran jembatan ini menandai akhir dari sebuah era dan menjadi bagian penting dari sejarah Wonosobo. Meskipun kini hanya tinggal kenangan, jembatan ini akan selalu menjadi bagian dari cerita panjang perjalanan daerah ini.

 

Standard Post with Image
Wisata

Prosesi Tapa Bisu di Wonosobo, Tradisi Hening Penuh Makna

Wonosobonews.com - Pada malam Selasa, 23 Juli 2024, suasana di Wonosobo berubah drastis. Seluruh lampu kota dipadamkan mulai pukul 19.00 WIB, memberikan suasana gelap gulita dan sunyi menjelang prosesi Tapa Bisu. Prosesi ini merupakan bagian dari peringatan Hari Jadi Kabupaten Wonosobo.

 

Prosesi Tapa Bisu dimulai dari depan Klenteng Hok Hoo Bio Wonosobo, dengan rombongan berjalan tanpa suara menuju Pendopo Bupati. Setiap peserta membawa obor yang menerangi langkah mereka dalam kegelapan. Ritual ini bukan hanya simbolis, melainkan mengandung makna mendalam dalam keheningan dan doa.

 

Di dalam prosesi ini, air suci dari Tuk Sampang dan tanah dari Makam Ki Ageng Wonosobo (Siti Bantolo) turut dibawa. Air dan tanah ini diambil saat prosesi Bedhol Kedaton yang dilaksanakan pada Selasa siang di Desa Plobangan. Menurut Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo, Agus Wibowo, prosesi Tapa Bisu merupakan bagian integral dari rangkaian acara Hari Jadi Kabupaten Wonosobo. 

 

"Tapa bisu kali ini diikuti sebanyak kurang lebih 600 orang yang berasal dari Desa Plobangan Kecamatan Selomerto, yang dulunya pusat pemerintahan Wonosobo ada di sana," ujar Agus. 

 

Prosesi ini menggambarkan ritual mendekatkan diri kepada Tuhan melalui doa dalam suasana yang hikmat dan hening. Ketika rombongan tiba di Pendopo Bupati, mereka disambut oleh Wakil Bupati Wonosobo, Muhammad Albar, bersama Sekretaris Daerah, One Andang Wardoyo.

 

Setelah tiba di Pendopo, acara dilanjutkan dengan prosesi Birat Sengkolo. Dalam prosesi ini, air dari tujuh mata air—Tuk Bimo Lukar, Tuk Goa Sumur, Tuk Mudal, Tuk Tempurung, Tuk Kaliasem, Tuk Surodilogo, dan Tuk Sampang—dicampur dan didoakan. Air ini nantinya akan dipercikkan oleh Bupati Wonosobo saat acara Pisowanan Agung yang digelar pada Rabu, 24 Juli 2024.

 

Agus menambahkan, "Nanti ditutup tengah malam dengan prosesi jamasan pusaka panji-panji daerah."

 

Puncak peringatan Hari Jadi Kabupaten Wonosobo akan berlangsung pada Rabu di Alun-alun Wonosobo dengan prosesi Pisowanan Agung. Acara ini diharapkan mampu menyatukan masyarakat dalam merayakan sejarah dan budaya Wonosobo yang kaya serta penuh makna.

 

Standard Post with Image
Wisata Wonosobo

Keajaiban Patakbanteng Desa Wisata di Kaki Gunung Prau yang Masuk 50 Terbaik Nasional

Wonosobonews.com - Desa Wisata Pesona Gunung Prau Patakbanteng, terletak di Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, telah berhasil menembus 50 besar desa wisata terbaik di Indonesia dalam ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2024. Ajang ini diadakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf RI) sebagai bagian dari upaya pembinaan dan penilaian terhadap desa wisata di seluruh Indonesia.

Keindahan Alam dan Pesona Matahari Terbit

Patakbanteng terletak di kaki Gunung Prau, gunung yang terkenal dengan keindahan alamnya. Desa ini menawarkan pemandangan spektakuler Gunung Prau dan luasnya Dataran Tinggi Dieng. Dengan ketinggian sekitar 2.000 meter di atas permukaan laut, desa ini dikenal sebagai salah satu tempat terbaik untuk menikmati matahari terbit, bahkan dinobatkan sebagai spot sunrise terbaik di Asia Tenggara. Pemandangan matahari terbit di Patakbanteng memberikan pengalaman yang tenang dan damai, menjadikannya surga bagi para pencari ketenangan.

Potensi Wisata Agro dan Kuliner

Desa Patakbanteng memiliki potensi wisata agro yang besar. Pengunjung dapat belajar tentang budidaya berbagai tanaman seperti kentang, kol, dan wortel, serta membeli hasil panen segar langsung dari petani. Selain itu, desa ini juga terkenal dengan perkebunan kopi robusta dan teh hijau. Pengunjung dapat membeli kopi dan teh asli dengan berbagai jenis dan rasa, menjadikannya oleh-oleh khas yang istimewa.

Kerajinan Tangan Bernilai Tinggi

Pengrajin di Patakbanteng memproduksi berbagai macam kerajinan tangan yang indah, seperti tas anyaman, hiasan rumah dari bambu, dan ukiran kayu. Karya seni ini tidak hanya unik tetapi juga bernilai tinggi, menjadikannya cenderamata yang sempurna untuk dibawa pulang.

Kuliner Khas yang Menggugah Selera

Setelah puas menjelajah dan berbelanja oleh-oleh, jangan lupa mencicipi kuliner khas Desa Patakbanteng. Tempe mendoan, combro, geplak, dan mie ongklok adalah beberapa hidangan yang wajib dicoba. Terbuat dari bahan-bahan segar dan kaya rasa, makanan ini menjadi camilan lezat atau oleh-oleh yang istimewa.

Rute dan Akses

Untuk mencapai Desa Patakbanteng, pengunjung dapat menggunakan berbagai rute tergantung dari arah kedatangan:

Dari Semarang: Perjalanan sekitar 4 jam dengan mobil.

Dari Surabaya: Keluar di pintu tol Bawen, lalu menuju Temanggung dan Wonosobo.

Dari Jakarta: Keluar di pintu tol Pemalang, kemudian menuju Desa Batur hingga sampai di Dieng.

Dengan berbagai keindahan alam, potensi wisata agro, kerajinan tangan, dan kuliner khasnya, Desa Wisata Patakbanteng menjadi destinasi yang wajib dikunjungi. Mari eksplorasi pesona tersembunyi di kaki Gunung Prau ini dan rasakan keajaiban alam yang menakjubkan!