Wonosobonews.com - Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) resmi menyelesaikan proses penarikan mahasiswa yang melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di beberapa desa di wilayah Kecamatan Garung, Mojotengah, dan Watumalang, Kabupaten Wonosobo.
Acara penarikan di Lapangan Seroja, Desa Tlogo, Kecamatan Mojotengah, dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk Wakil Bupati Wonosobo, Wakil Rektor IV UMP, para camat, kepala desa, panitia, dan mahasiswa peserta KKN.
Proses penarikan menjadi penutup bagi perjalanan mahasiswa selama 32 hari dalam menjalankan kegiatan KKN. Setelah prosesi penarikan, kegiatan dilanjutkan dengan ekspo untuk memamerkan hasil kreativitas mahasiswa selama berada di desa.
Koordinator Kabupaten Israf menyampaikan bahwa selama KKN, berhasil dianggarkan dana sebesar Rp560 juta untuk berbagai kegiatan, berasal dari swadaya masyarakat, sumbangan mahasiswa peserta KKN, dan bantuan yang diterima.
Wakil Rektor IV UMP Bidang Riset, Inovasi, dan Publikasi Assoc. Prof. Akhmad Darmawan, Ph.D., memberikan apresiasi kepada Pemerintah Kabupaten Wonosobo atas penerimaan 320 mahasiswa UMP yang terlibat dalam KKN. Ia menyoroti banyaknya program dan inisiatif mahasiswa yang memberikan manfaat bagi masyarakat, termasuk kontribusi dalam sektor ekonomi melalui program pelatihan ecoprint dan produksi lilin aromaterapi dari bahan daur ulang.
Wakil Bupati Wonosobo Drs. H. Muhammad Albar, M.M. menyampaikan terima kasih kepada UMP atas kontribusi dalam pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan KKN. Ia menekankan pentingnya publikasi hasil KKN dalam jurnal sebagai upaya meningkatkan citra dan promosi Wonosobo serta berharap inovasi mahasiswa dapat meningkatkan nilai jual produk UMKM di desa.
Kegiatan ekspo pasca penarikan mahasiswa KKN menampilkan stan dari setiap desa yang menjadi lokasi KKN. Mahasiswa memamerkan hasil inovasi mereka, mulai dari makanan hingga produk kerajinan, termasuk makanan khas dan produk lokal desa.
Hal menarik dalam ekspo tersebut, transaksi jual beli menggunakan alat penukar uang dari potongan bambu berlabel Rp5.000, menciptakan nuansa perdagangan klasik yang memikat, mengingatkan pada zaman sebelum adanya uang rupiah. Dengan demikian, kegiatan tersebut tidak hanya menjadi momentum berbagi hasil karya, tetapi juga merangsang kreativitas dan mengenang tradisi perdagangan masa lampau yang kental dengan nilai-nilai lokal.