Wonosobonews.com - Direktorat Koordinasi dan Supervisi Wilayah III Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Satuan Tugas III.1 mengadakan pertemuan dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wonosobo pada 27 Agustus 2024. Pertemuan yang digelar di Ruang Rapat Mangoenkusumo Sekretariat Daerah Wonosobo tersebut dihadiri oleh pejabat dari seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Kepala Satuan Tugas III.1, Maruli Tua Manurung, memimpin jalannya agenda ini dan menyampaikan bahwa salah satu isu utama yang menjadi perhatian KPK adalah terkait dengan galian C, yang telah menimbulkan polemik selama beberapa tahun terakhir.
Selain itu, KPK juga menyampaikan 17 temuan dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang tersebar di berbagai OPD hingga ke tingkat desa. Maruli mengingatkan bahwa berdasarkan berbagai indikator yang dipaparkan oleh Monitoring Center for Prevention (MCP) dari tahun 2022 hingga 2023, Pemkab Wonosobo diharapkan untuk tidak terjebak dalam stagnasi dan harus melakukan evaluasi untuk memperbaiki koordinasi internal serta meningkatkan kinerjanya.
"Untuk masalah Galian C, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sudah memberikan surat edaran dan tinggal ditindaklanjuti dari sisi pajak. Pemkab harus berkoordinasi cepat dengan pemerintah provinsi terkait pengurusan perizinan di wilayah yang diperbolehkan," ujar Maruli setelah kegiatan tersebut. KPK juga memberikan rekomendasi untuk masalah galian C, dengan fokus pada Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB). Pada dasarnya, Pemkab diminta untuk fokus pada masalah pajak dari usaha galian tersebut, meskipun izin usaha belum ada.
Rekomendasi yang diberikan KPK mencakup lima poin, antara lain pembentukan Tim Penataan Pertambangan MBLB yang terdiri dari Pemda, Kepolisian, Kejaksaan, dan TNI di wilayah masing-masing. Tim ini akan dikoordinasikan oleh kepala daerah untuk memperkuat kolaborasi. Selain itu, Pemkab juga diminta untuk mengidentifikasi, memperbarui, dan menyempurnakan data usaha pertambangan MBLB di wilayahnya terkait perizinan, kepatuhan pajak, serta ketentuan lainnya.
Kewajiban pajak harus dipungut sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Namun, apabila penambangan berada di wilayah terlarang, aktivitasnya harus segera dihentikan sesuai peraturan yang ada. Selain itu, kontraktor proyek fisik yang didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) diwajibkan untuk menggunakan bahan material MBLB yang memiliki izin dan patuh terhadap pajak. Ketentuan ini juga harus dimasukkan ke dalam kontrak Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) IAX. Terakhir, Pemkab diminta untuk menyusun rencana aksi tindak lanjut yang konkret dan komprehensif untuk perbaikan sistem serta tata kelola pertambangan MBLB secara akuntabel, berintegritas, dan bebas dari korupsi.
"Pemkab Wonosobo bisa membentuk tim penataan pertambangan. Jika ditemukan oknum 'berseragam', bisa dilaporkan ke kami. Mau tunggu regulasi apa lagi, pak? Regulasi Kemendagri sudah ada. Kalau bisa, minggu ini juga mulai didata, kejar mereka yang wajib pajak. Sudah ada Undang-Undang, Perda, dan Perbup. KPK sudah membuat rekomendasi. Ini overdosis regulasi, padahal tinggal pelaksanaannya," tegas Maruli dalam paparannya. Maruli juga menambahkan bahwa jika pengusaha tambang berada di kawasan yang diperbolehkan, mereka dapat dipaksa untuk mengurus izin. "Jika usahanya sudah mulai di masa lalu, kejar pajaknya. Mulai dari poin itu. Kalau dia beroperasi di wilayah terlarang, harus di stop," pungkasnya.