Proyek Food Estate Hortikultura di Wonosobo dan Dampaknya pada Petani

Share this Post:
Standard Post with Image

Wonosobonews.com - Proyek food estate hortikultura yang digagas Kementerian Pertanian di Wonosobo dan Temanggung kini dianggap tidak berjalan sesuai harapan. Petani setempat, seperti Mulastri, seorang petani cabai di Desa Lamuk, Wonosobo, mengalami kerugian ketika lahannya dibabat tanpa ganti rugi demi membuka lahan food estate. Meski ada janji kompensasi, banyak petani belum menerimanya hingga kini.

Andi, ketua kelompok tani di desa itu, menjelaskan bahwa proyek ini memaksa petani menanam di luar musim, sehingga hasil panennya tidak maksimal. Selain itu, petani juga kecewa karena harga yang ditawarkan oleh perusahaan pembeli (offtaker) lebih rendah dibandingkan harga pasar lokal.

Proyek ini, yang dimulai pada tahun 2021 dan berhenti pada 2023, awalnya direncanakan mencakup lahan seluas 339 hektare dan ditargetkan terus berkembang. Namun, banyak petani merasa program ini hanya mencari panggung tanpa memberikan solusi nyata bagi kesejahteraan mereka.  

Di Temanggung, proyek serupa juga mengalami kesulitan, dengan beberapa petani menolak ikut serta karena kualitas bibit yang dianggap kurang baik. Bahkan, sebagian lahan yang semula ditujukan untuk food estate kini kembali ditanami tembakau.

Kritik juga datang dari berbagai pihak yang menilai bahwa program food estate tidak memperhitungkan keragaman pangan lokal dan cenderung hanya fokus pada komoditas tertentu, seperti bawang dan cabai, yang seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan lokal dan musim tanam setempat.

Proyek ini menunjukkan bahwa perencanaan yang kurang matang dan tidak memperhatikan kondisi sosial dan ekonomi petani hanya akan menambah masalah di lapangan.

 

Share this Post: