Wonosobonews.com - Warga Dusun Pagerotan di Desa Pagerejo, Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo masih menjaga tradisi turun-temurun bernama sadranan atau tenongan. Tradisi ini dilakukan setiap 70 hari pada hari Jumat Kliwon dan bertepatan dengan peringatan merdi dusun atau syukuran dusun. Hari ini, warga berkumpul di kompleks Makam Sikramat, makam leluhur dusun, untuk melaksanakan tradisi tersebut.
Setiap keluarga datang membawa "tenong" atau wadah berisi makanan, yang jumlahnya sekitar 300 tenong diletakkan di pelataran makam. Acara dimulai dengan sambutan dari Kepala Desa Pagerejo, doa bersama, dan ditutup dengan makan bersama.
Samsul Mudasim, pegiat sejarah Desa Pagerejo, menjelaskan bahwa tenong-tenong tersebut berisi makanan yang memiliki makna khusus, seperti nasi golong, udang, serundeng, dan sayuran. "Nasi golong melambangkan persatuan, udang berarti keberanian untuk bertindak, serundeng dari kelapa menggambarkan kegunaan, dan sayuran sebagai bentuk rasa syukur atas hasil bumi desa ini," ungkap Samsul.
Tradisi sadranan adalah ungkapan syukur warga kepada Tuhan dan ajakan untuk gotong-royong, menciptakan kebersamaan di antara warga. Selain itu, pemilihan Makam Sikramat sebagai tempat pelaksanaan sadranan memiliki arti tersendiri. Makam ini diyakini sebagai tempat peristirahatan Mbah Sunan Puger atau Pangeran Sundoro, yang menurut warga merupakan leluhur yang dihormati dan diyakini sebagai Sultan Hamengkubuwono II.
"Beliau juga mewariskan kesenian dan budaya seperti kuda lumping, kesenian wayang, tari lengger, dan juga tradisi sadranan ini," tambah Samsul. Banyak jejak peninggalan Pangeran Sundoro di Dusun Pagerotan, termasuk tradisi sadranan yang terus dilestarikan oleh warga setempat.