Wonosobonews.com - Permasalahan sampah merupakan tantangan serius di berbagai wilayah, khususnya di perkotaan. Selain berpotensi menyebabkan penyakit, kehadiran sampah plastik juga menjadi penyebab utama pencemaran lingkungan karena sulit terdegradasi dengan cepat.
Namun di Wonosobo, Jawa Tengah, limbah atau sampah plastik yang sering diabaikan oleh masyarakat, kini dapat diubah menjadi salah satu bahan bernilai ekonomis tinggi, yakni bahan bakar minyak (BBM) yang dapat digunakan untuk menghidupkan mesin diesel.
Dalam kolaborasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, warga Desa Talunombo, Kecamatan Sapuran, kini merasa lega karena mereka tidak lagi kesulitan dalam mengatasi permasalahan sampah setiap harinya.
Sampah yang berasal dari rumah tangga di desa ini dipisahkan menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Kemudian sampah plastik disalurkan ke dalam perangkat pengolahan terbaru yang dikenal dengan nama "pyrolysis gen 5."
Menurut salah satu operator, Budi Santoso, cara kerja mesin ini adalah mengubah sampah plastik menjadi cairan BBM. Sampah plastik dikeringkan terlebih dahulu dan selanjutnya dipanaskan dalam proses pyrolysis hingga mencapai suhu 300 derajat celsius.
"Dari plastik bersih atau SOP ini dimasukkan secara bertahap hingga mencapai 50 kilogram plastik. Pertama-tama, suhu dinaikkan hingga 100 derajat sebelum memasukkan 10 kilogram pertama plastik. Setelah itu, tunggu hingga suhu naik lagi, baru 15 kilogram sampah plastik dimasukkan kembali. Selanjutnya, setelah suhu kembali dinaikkan, baru 25 kilogram sampah plastik dimasukkan lagi. Untuk mendapatkan hasil maksimal, suhu panas dari pembakaran kayu tersebut harus mencapai 200-300 derajat celsius," jelasnya, Rabu (8/11/2023).
Pembakaran sampah plastik memakan waktu sekitar 12 jam hingga cairan BBM terbentuk sepenuhnya. Namun, BBM hasil produksi tidak dapat segera digunakan untuk menjalankan mesin. Tahapan akhir melibatkan proses penyaringan yang teliti untuk memastikan BBM tersebut tidak merusak mesin diesel saat digunakan.
"Bahan bakar minyak yang telah dihasilkan masih perlu melalui beberapa tahap penyaringan. Dalam proses penyaringan, kami menambahkan dua bahan, yaitu cairan kimia dan katalis buatan dari tanah. Setiap 25 liter minyak dari mesin pyrolysis dicampur dengan 250 mililiter bahan kimia untuk bisa digunakan dalam mesin diesel. Sementara untuk menghidupkan mobil diesel, perlu tambahan campuran katalis," tambahnya.
Kepala Desa Talunombo, Badarudin, menjelaskan bahwa ide pembuatan atau pengelolaan tempat pengelolaan sampah reduce reuse recycle (TPS3R) ini muncul karena kesulitan dalam mengelola sampah plastik di desa.
"Kami mengelola TPS3R ini sebagai solusi atas kendala pengelolaan sampah plastik di desa. Dengan kolaborasi dengan pemerintah provinsi, kami berhasil menciptakan alat untuk mengubah sampah plastik, minyak goreng bekas (jelantah), dan oli bekas menjadi BBM," ungkap Badaruddin.
BBM yang dihasilkan dari sampah plastik tidak hanya mendapatkan dukungan antusias dari warga, tetapi juga menjadi solusi efektif dalam mengatasi permasalahan sampah. Sifat plastik yang sulit terurai berbeda dengan sampah organik, dan proses pengolahan ini berhasil mengurangi toksin serta sifat karsinogenik nya. Sampah plastik, yang secara alami memerlukan ratusan tahun untuk terurai, dapat diatasi melalui teknologi ini, memberikan dampak positif dalam upaya perlindungan lingkungan.
"Dari 50 kilogram sampah plastik, kami bisa menghasilkan 45 liter BBM solar. Hasil BBM ini sementara waktu digunakan untuk menghidupkan alat-alat di TPS3R dan juga oleh petani yang memiliki traktor dan fasilitas penggilingan padi," jelasnya.
BBM jenis solar ini telah diuji laboratorium dan mendapatkan sertifikat, sehingga aman untuk digunakan dalam mesin.
"Warga dapat membeli BBM ini dengan harga Rp 6.000 per liter di usaha milik desa. Harga ini lebih ekonomis dibandingkan dengan harga solar konvensional," pungkasnya.
Harapannya, pengolahan sampah plastik menjadi BBM solar diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan petani di wilayah tersebut. Selain itu, langkah ini dianggap penting dalam menanggulangi pencemaran lingkungan, termasuk pencemaran tanah dan air, menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan berkelanjutan bagi generasi mendatang.