Wonosobonews.com - Provinsi Jawa Tengah dikenal sebagai provinsi seribu candi, dan salah satu lokasi pentingnya adalah kompleks candi di Dieng, Kabupaten Wonosobo. Sebagian besar candi di sini merupakan candi Hindu yang menyimpan banyak misteri dan menarik perhatian wisatawan.
Kompleks candi ini pertama kali ditemukan oleh seorang tentara Inggris yang berwisata pada tahun 1814. Ia melihat reruntuhan bangunan yang terendam di danau. Upaya untuk mengeringkan danau dimulai pada tahun 1856 oleh Isidore van Kinsbergen, dan pemerintah Hindia Belanda melakukan pembersihan pada tahun 1864.
Meskipun banyak yang tidak diketahui tentang sejarah situs ini—tanpa prasasti yang valid—diperkirakan candi-candi di Dieng dibangun antara akhir abad ke-8 hingga awal abad ke-9 Masehi. Dalam buku The Indianized States of Southeast Asia (1968) yang disunting oleh George Coedès dan Walter F. Vella, disebutkan bahwa bangunan keagamaan di Dieng berasal dari Kerajaan Kalingga (594-782 M).
Kompleks candi ini terdiri dari delapan bangunan. Para ahli memperkirakan pembangunan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama mencakup Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Srikandi, dan Candi Gatotkaca, yang dibangun antara akhir abad ke-7 dan abad ke-8. Tahap kedua berlangsung hingga sekitar tahun 780 M.
Nama, sejarah, dan raja yang bertanggung jawab atas pembangunan candi-candi ini tidak jelas, sehingga penduduk setempat memberi nama berdasarkan tokoh wayang Jawa atau epos Mahabharata. Kompleks ini terbagi menjadi tiga kelompok: kelompok Arjuna, kelompok Gatotkaca, dan kelompok Dwarawati, serta satu candi berdiri sendiri yaitu Candi Bima.
Candi Bima, yang dibangun sekitar abad ke-7, masih menunjukkan pengaruh Hindu yang kuat. Meskipun terpengaruh gaya India, candi ini unik karena gabungan dua gaya arsitektur yang terlihat. Sayangnya, kondisi Candi Bima cukup mengkhawatirkan karena pengaruh uap belerang membuat batu-batunya rapuh.
Candi Arjuna, yang dibangun pada waktu yang sama, juga menunjukkan pengaruh Hindu. Keistimewaan Candi Arjuna terletak pada adanya spout makara di sisi utara yang mengalirkan air atau cairan ke lingga di dalam bilik utama.
Candi Semar, yang dibangun pada abad ke-7-8, berfungsi sebagai mandapa untuk peziarah saat festival. Candi Srikandi mulai menunjukkan gaya lokal dengan relung di tubuh dan menara atap. Gaya lokal semakin terlihat pada Candi Gatutkaca, di mana relung dan atap menyatu dengan bangunan.
Beberapa candi lain seperti Candi Parikesit, Candi Antareja, Candi Nakula, dan Candi Sadewa kini hanya tersisa nama atau pondasi. Namun, Candi Setyaki di dekat Kompleks Candi Arjuna mulai dipugar pada tahun 2008, memberikan harapan untuk pelestarian situs-situs bersejarah ini.