Wonosobonews.com - Tradisi Momongi Tampah tidak terlepas dari sejarah berdirinya Desa Warangan, Kecamatan Kepil, Wonosobo. Sejarah ini bermula dari perlawanan para pejuang yang sakti mandraguna, atau para winasis, yang berasal dari kerajaan Mataram melawan penjajahan Belanda di wilayah Wonosobo bagian Timur. Salah satu tokoh penting dalam sejarah ini adalah Ki Ageng Warangan, atau Pangeran Gelap Ngampar, yang memberi nama dusun tempat tinggalnya dengan nama Warangan.
Selain Ki Ageng Warangan, ada juga tokoh-tokoh lainnya yang memberikan nama pada dusun-dusun di sekitarnya. Raden Mas Jolang, atau Amangkurat II, memberi nama Dusun Satriyan; Pangeran Ontowiryo, atau Mbah Kiai Klesem, memberi nama Dusun Klesman; dan Ki Ageng Garungan memberi nama Dusun Garung. Selain berjuang melawan Belanda, para winasis ini juga mendidik warga desa dalam berbagai kemampuan perekonomian, terutama dalam bidang pertanian dan kerajinan bambu, mengingat banyaknya tanaman bambu di Desa Warangan.
Untuk melestarikan tradisi ini, Pemerintah Desa Warangan melaksanakan kegiatan Momongi Tampah pada 25-28 Oktober 2024. Rangkaian acara dimulai dengan pengambilan air dari sumber mata air, ziarah ke makam leluhur, tapa bisu, dan pawai obor. Puncak acara Momongi Tampah tahun 2024 di Desa Warangan sangat meriah, ditandai dengan kirab panji, pengambilan air dari sumber mata air, dan penanaman bibit pohon bambu sejauh kurang lebih 1 kilometer yang berakhir di Lapangan Desa Warangan.
Acara tersebut dihadiri oleh Kepala Dinas Sosial dan PMD, Harti, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Agus Wibowo, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika, Fahmi Hidayat, dan Camat Kepil, Eko Premono. Dalam puncak acara, sejarah Desa Warangan dan filosofi tampah juga dibacakan. Camat Kepil, Eko Premono, mengatakan bahwa tradisi Momongi Tampah merupakan salah satu kekayaan budaya yang dimiliki Wonosobo dan harus tetap dilestarikan.
“Dalam kesempatan tersebut juga dilakukan proses penyiraman bibit pohon bambu menggunakan air dari berbagai sumber mata air di Desa Warangan,” ujarnya.
Kepala Desa Warangan, Mustofa, menambahkan bahwa tradisi ini dilaksanakan setiap tahun sebagai ungkapan rasa syukur warga desa. “Karena sebagian besar warga Desa Warangan memiliki mata pencaharian sebagai perajin bambu. Bambu tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat setempat,” jelasnya.