Wonosobonews.com - Pemerintah Kabupaten Wonosobo dianggap lamban dan kurang tegas dalam menangani para pengusaha galian C ilegal. Hingga kini, belum ada satupun perusahaan tambang di Wonosobo yang memiliki izin resmi atau dikenakan pajak oleh pemerintah daerah. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Satgas Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah) Wilayah III-1 KPK RI, Maruli Tua Manurung, dalam acara koordinasi dan pemantauan tindak lanjut di Pemkab Wonosobo, yang berlangsung di ruang Mangun Koesumo.
Maruli mempertanyakan ketegasan pemerintah daerah dalam menangani para pengusaha tambang ilegal tersebut. Ia menyoroti mengapa hingga saat ini belum ada tindakan tegas terhadap para perusak lingkungan itu, padahal rekomendasi dari KPK dan surat dari Kemendagri sudah disampaikan tahun lalu. "Karena kita tahun lalu sudah turunkan surat rekomendasi. Kemendagri juga sudah turunkan surat agar pemda segera menindaklanjuti soal ini," jelasnya.
Menurut Maruli, Pemkab Wonosobo saat ini tidak memiliki alasan lagi untuk tidak menindak para pengusaha tambang ilegal, mengingat belum ada satu pun yang berizin dan dikenai wajib pajak. Ia menegaskan bahwa pemerintah daerah sudah memiliki cukup landasan hukum untuk bertindak. "Secara undang-undang kita itu sudah overdosis untuk membuat itu. Jadi, kapan ini rencana aksinya akan dilakukan. Kalau memang mereka tidak mau bayar pajak, stop saja usaha mereka," tegas Maruli.
Maruli juga menekankan bahwa para pengusaha sudah seharusnya dikenakan pajak atas hasil pengolahan Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) di Wonosobo, apalagi kegiatan penambangan tersebut sudah berlangsung selama puluhan tahun. Ia berpendapat bahwa pajak seharusnya dikenakan baik pada tambang yang berizin maupun yang belum berizin. "Ada atau tidak adanya izin, harusnya pemerintah itu bisa tarik pungutan ke mereka. Meskipun belum ada izin, tidak ada alasan mereka untuk tidak memenuhi kewajiban membayar pajak," ujarnya.
Selain itu, Maruli menyarankan agar Pemkab Wonosobo membentuk tim penataan pertambangan MBLB yang melibatkan kepolisian, kejaksaan, dan TNI di wilayah masing-masing. Tim ini akan bertugas mengidentifikasi, memutakhirkan, dan menyempurnakan data usaha pertambangan MBLB terkait perizinan, kepatuhan pajak, dan ketentuan lainnya. Maruli juga menekankan pentingnya kewajiban pajak bagi pengusaha tambang sesuai ketentuan yang berlaku dan penghentian aktivitas penambangan di wilayah terlarang.
Kepala Inspektorat Kabupaten Wonosobo, Iwan Widayanto, mengakui bahwa hingga kini belum ada tindakan terhadap para pengusaha tambang ilegal di Wonosobo. Ia beralasan bahwa aturan mengenai Rencana Detail Tata Ruang (RTDR) yang sedang dibahas belum selesai. "Kita sudah punya perda RTRW, tapi memang kita sejauh ini masih menunggu aturan RTDR ini belum siap," katanya.
Kepala BPPKAD Kabupaten Wonosobo, Kristijadi, menambahkan bahwa alasan belum ditariknya pungutan pada usaha MBLB ini adalah karena Pemkab Wonosobo mempertimbangkan banyak hal, termasuk kehati-hatian dalam menerapkan insentif dan disinsentif bagi para pengusaha. Ia khawatir penerapan pajak tanpa aturan yang jelas justru bisa menjadi bumerang. "Karena penentuan (insentif dan disinsentif) ini kan belum keluar. Jangan sampai nanti malah justru jadi bumerang. Kita narik pajak ke mereka, tapi nanti mereka menganggap kita sudah melegalkan," ujar Kristijadi.
Dengan alasan tersebut, hingga saat ini Pemkab Wonosobo belum berani menerapkan kebijakan tersebut, meskipun secara infrastruktur, petugas, dan SOP sudah disiapkan.