Wonosobonews.com - Pentas drama tari ‘Legenda Kyai Surung dan Bundengan’ pada 16 November lalu berhasil mengguncang Anjungan Jawa Tengah di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Acara ini menampilkan Bundengan, alat musik tradisional khas Wonosobo, yang sarat akan kisah heroik dan nilai budaya.
Bundengan awalnya adalah kowangan, tudung tradisional petani yang digunakan saat menggembala bebek atau dikenal dengan istilah Sontoloyo. Namun, dalam kisah legendarisnya, alat sederhana ini menjadi simbol perjuangan Kyai Surung, seorang tokoh pemberontak melawan penjajahan Belanda.
Dikisahkan bahwa Kyai Surung, yang menjadi buronan Belanda karena menentang rendahnya harga hasil panen pribumi, berlindung di balik kowangan. Secara ajaib, peluru Belanda tidak mampu menembus perlindungan tersebut, memaksa tentara musuh mundur dan membawa kedamaian bagi warga. Sebagai bentuk rasa syukur, Kyai Surung menambahkan senar pada kowangan, menciptakan Bundengan dengan suara khas menyerupai gamelan.
Kisah heroik ini divisualisasikan dalam drama tari oleh lebih dari 50 seniman dari Sanggar Satria Wonosobo pimpinan Waket Prasudi Puger. Pertunjukan berdurasi 90 menit ini memukau para penonton dan didominasi oleh seniman muda berusia 3 hingga 20 tahun.
Acara ini juga diawali dengan musik Bundengan dari Sanggar Kambang Laras Wonosobo, sambutan pejabat daerah, dan perwakilan komunitas perantau Wonosobo. Selain seni pertunjukan, Pemkab Wonosobo memanfaatkan momentum ini untuk mempromosikan produk unggulan daerah seperti mie ongklok, tempe kemul, keripik carica, dan berbagai kerajinan khas.
Pengunjung TMII pun disuguhi ratusan porsi makanan khas Wonosobo secara gratis, memberikan pengalaman budaya yang unik di ibu kota.
Kegiatan ini bertujuan memperkenalkan potensi seni budaya Wonosobo sekaligus memberikan nilai tambah bagi pelaku seni dan usaha. Dengan kisah bermakna dan seni budaya yang memukau, Bundengan kini tidak hanya menjadi warisan tradisi, tetapi juga simbol perjuangan dan identitas kebanggaan Wonosobo.