Acara Giring Gumolong di Telaga Bedakah

Share this Post:
Standard Post with Image

Wonosobonews.com - Warga Desa Tlogomulyo, Kecamatan Kertek, Wonosobo mengadakan acara Giring Gumolong di kawasan wisata Telaga Bedakah pada Selasa, 20 Agustus 2024.

Pada pagi hari, warga desa mengenakan pakaian adat dan melakukan kirab budaya keliling desa dengan tema potensi desa. Setelah itu, mereka mengarak 35 tumpeng dan satu gunungan hasil bumi yang dipersembahkan untuk warga desa.

Ketua panitia Giring Gumolong sekaligus pegiat seni Desa Tlogomulyo, Zudi Harnano, mengatakan bahwa acara ini menjadi ajang untuk menampilkan berbagai potensi Desa Tlogomulyo, seperti kesenian dan wisata desa.

Zudi menjelaskan bahwa banyak potensi desa yang perlu dimunculkan dan dilestarikan, seperti Tari Lengger dan Kesenian Bangilun yang sudah jarang ditemukan.  

"Pementasan seni ini dari komunitas seni yang ada di Desa Tlogomulyo salah satunya kesenian Bangilun. Ini yang mungkin masih asing di telinga kita dan coba kita kenalkan ke masyarakat," ujarnya.

Kesenian Bangilun adalah tarian yang dibawakan secara berkelompok dengan iringan musik tradisional dan syair-syair. Nama "Bangilun" merupakan akronim dari 'bengi-bengi terbangan neng alun-alun', yang artinya 'bernyanyi/hadroh di alun-alun pada malam hari'.

Syair-syair yang dinyanyikan dalam tarian ini memiliki makna mendalam dan berisi nasihat kehidupan. "Ini syair-syairnya luar biasa berisi petuah atau nasihat tentang kehidupan dari lahir sampai mati atau natas, nitis, netes. Jika syairnya dihayati akan mendapatkan hikmah untuk kehidupan ini," jelasnya.

Dulunya, Kesenian Bangilun digunakan sebagai media untuk menyebarkan ajaran Islam, karena pesan-pesan dalam syairnya mudah diterima oleh masyarakat.

Penari Kesenian Bangilun sekilas mirip dengan penari Kesenian Ndolalak, yang juga mengenakan pakaian dan topi khas. Kesenian Bangilun bisa dibawakan oleh laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih menekankan pada syair-syair yang disampaikan. Biasanya, Kesenian Bangilun ditampilkan pada peringatan 1 Muharram atau saat merdi desa.

Di Wonosobo, Kesenian Bangilun sudah jarang ditemui karena tidak ada generasi muda yang meneruskannya. Namun, Desa Tlogomulyo berusaha menghidupkan kembali kesenian yang hampir punah ini.

"Di desa ini hanya ada satu orang yang paham mengenai kesenian ini, itupun umurnya sudah tua. Jadi ibaratnya sebelum obornya mati kita coba hidupkan kembali," ungkapnya.

Kesenian Bangilun mulai diajarkan kepada anak-anak desa melalui sanggar, dan juga dikenalkan di sekolah-sekolah agar generasi muda mengenal kesenian nenek moyangnya.

"Alhamdulillah anak-anak muda sudah mulai melirik. Harapannya ini juga akan menjadi potensi Desa Tlogomulyo yang terus ditonjolkan." pungkasnya.

 

Share this Post: