Wonosobonews.com - Kabupaten Wonosobo di Jawa Tengah (Jateng), tidak hanya dikenal kaya akan potensi wisata alamnya. Wonosobo juga memiliki kekayaan akan seni dan budaya, salah satunya seni tari Lengger Punjen.
Tari Lengger sudah cukup populer di kalangan masyarakat wilayah eks-Keresidenan Banyumas. Tiap daerah di eks-Keresidenan Banyumas pun memiliki tari lengger khas daerahnya masing-masing.
Pun demikian dengan Wonosobo. Tari Lengger di Wonosobo kerap dikenal sebagai Tari Lengger Punjen.
Dilansir dari Disparbud.wonosobokab.go.id, Tari Lengger Punjen berasal dari Dusun Giyanti, Kecamatan Selomerto, Wonosobo, yang dikembangkan sejak tahun 1910 oleh Gondowinangun, dan dilanjutkan oleh Ki Hadi Soewarno pada tahun 1970-an.
Istilah Lengger kerap diartikan sebagai akromin dari kata “eling” dan “ngger”. Eling artinya ingat, dan ngger sebutan untuk seorang anak laki-laki. Istilah itu pun membuat tari lengger kerap diartikan sebagai sebuah tarian yang bertujuan untuk memberikan pesan dan nasihat agar setiap orang menjauhi keburukan dan membela kebenaran.
Menurut sejarahnya, Tari Lengger diciptakan untuk menceritakan kisah asmara Panji Asmoro Bangun dan Galuh Candra Kiran. Kendati demikian, konon tarian ini juga digunakan tokoh Walisongo, Sunan Kalijaga, sebagai sarana menyebarkan agama Islam. Dalam setiap pementasannya, tarian ini selalu diselipkan nilai-nilai ajaran Islam, seperti mengingatkan umat Islam untuk tidak meninggalkan salat.
Pada zaman dahulu, Tari Lengger kerap dimainkan penari pria yang berdandan seperti wanita. Namun seiring berjalannya waktu, tarian ini mulai dimainkan pria dan wanita tanpa harus menunjukkan sisi transgender.
Pesan Moral
Dikutip dari karya tulis mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Dhiajen Rahma Yusantari, berjudul Fungsi Tari Lengger Punjen Dalam Upacara Nyadran Tenongan Di Dusun Giyanti Desa Kadipaten Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonosobo, Tari Lengger Punjen kerap dipertunjukan saat Upacara Nyadran Tenongan.
Tari ini biasanya dimainkan dua orang penari, pria dan wanita. Penari wanita berdiri dan menari dengan membawa properti boneka dan payung di bahu penari laki-laki.
Saat pertunjukan penari laki-laki yang menggendong penari wanita biasanya mengalami trance atau kesurupan. Namun, sebelum mengalami kesurupan, penari laki-laki menari dengan memakai topeng Rangu-rangu.
Kendati penuh dengan mitos dan berbau mistis, Tari Lengger Punjen asal Wonosobo ini memiliki banyak petuah atau pesan moral.
Pesan itu tercermin dari penampilan penari laki-laki sebagai sosok suami yang menggendong penari wanita atau sosok istri, yang membawa boneka dan payung. Boneka digambarkan sebagai anak dan payung sebagai bentuk perlindungan Tuhan Yang Maha Esa (YME).
Pesan moral dari tarian ini adalah sesibuk apapun seorang laki-laki harus selalu ingat kepada istri dan anak di rumah. Selain itu, harus selalu ingat kepada Tuhan untuk selalu meminta perlindungan.